Rabu 16 Oct 2019 11:20 WIB

Neraca Perdagangan September di Luar Dugaan

Neraca dagang Indonesia pada September mengalami defisit 160,5 juta dolar AS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, kondisi neraca dagang yang defisit pada September di luar perkiraan. Sebab, apabila melihat pola musiman, impor seharusnya masih melambat, sehingga neraca dagang dapat menunjukkan kondisi surplus. 

Tapi, kenyataannya, impor justru mengalami kenaikan 0,63 persen month-to-month (mtom) atau dibandingkan Agustus. Di sisi lain, Piter menambahkan, ekspor mengalami perlambatan yang lebih besar yaitu 1,29 persen dibandingkan Agustus. "Jadi, ini tidak sesuai proyeksi awal," katanya ketika dihubungi Republika, Rabu (16/10).

Baca Juga

Piter mengakui, memang sulit untuk mengharapkan Indonesia dapat mendorong ekspor pada kondisi perlambatan ekonomi global saat ini. Perbaikan ekspor hanya bisa dilakukan dalam periode menengah panjang.

Piter mengatakan, yang bisa dilakukan saat ini utamanya adalah menahan pertumbuhan impor. Di antaranya dengan mengurangi impor barang-barang yang dapat disediakan dalam negeri dan mendorong substitusi impor.

Dalam perspektif yang lebih panjang, Piter menambahkan, pemerintah dan industri harus mulai membangun industri hulu dan hilir yang bisa mengatasi ketergantungan impor. "Dan bahkan bahkan mendorong ekspor," katanya. 

Lebih lanjut, Piter menekankan, hilirisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja industri yang melambat seiring dengan penurunan impor bahan baku. Di sisi lain, indeks Purchasing Manufactur Index yang masih berada di tingkat 49,1. Artinya, manufaktur domestik masih belum menunjukkan ekspansi. 

Poin lain yang di luar proyeksi adalah kenaikan impor konsumsi secara signifikan, yakni 3,13 persen (mtom). Piter menduga, kenaikan ini akibat impor barang pangan terkait musim panas yang berkepanjangan.

"Serta impor barang-barang konsumsi lainnya memanfaatkan pasar kita yang terbuka lebar di tengah perang dagang," tuturnya.

Tingginya impor ini, dinilai Piter, menjadikan permintaan pengusaha agar pemerintah menerapkan non tariff barriers menjadi relevan. Pemerintah sangat perlu menerapkan kebijakan membatasi masuknya barang impor terutama dalam bentuk non tariff measures.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Indonesia pada September mengalami defisit 160,5 juta dolar AS. Dengan begitu, secara akumulasi periode Januari sampai September 2019, nilai defisit mencapai 1,95 miliar dolar AS. 

Sepanjang sembilan bulan ini, nilai ekspor Indonesia adalah 124,17 miliar dolar AS. Rinciannya, ekspor migas 9,4 miliar dolar AS, sementara non migas mencapai 114,7 miliar dolar AS. 

Nilai impor lebih besar, yakni 126,1 miliar dolar AS. Sementara impor migas 15,86 miliar dolar AS, sisanya (110,2 miliar dolar AS) berasal dari impor non migas.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement