REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Polisi militer Rusia telah tiba di kota strategis Kobani di Suriah, Rabu (23/10). Moskow pun memperingatkan pasukan Kurdi, People's Protection Units (YPG), mundur dari seluruh perbatasan timur laut Suriah.
Turki mengumumkan operasi militernya terhadap pasukan Kurdi berakhir. Presiden AS Donald Trump mengatakan gencatan senjata yang terjadi pekan lalu berlaku permanen. Trump juga mengatakan dia mencabut semua sanksi terhadap Turki.
Peringatan Rusia datang sehari setelah mencapai kesepakatan dengan Turki yang menyerukan penarikan penuh milisi YPG. Kelompok tersebut dulunya adalah sekutu Amerika Serikat (AS), tetapi Turki menganggap kelompok itu termasuk teroris.
Kedatangan polisi Rusia di Kobani menandai dimulainya periode pasukan keamanan Rusia dan Suriah mengawasi pemindahan para milisi YPG sejauh 30 Km ke Suriah. Pengawasan bersama ini sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Kementerian Pertahanan Rusia, yang dikutip oleh kantor berita TASS, mengatakan, polisi akan membantu memfasilitasi penarikan YPG dari Kobani, sebuah kota perbatasan di sebelah barat operasi militer Turki. Wilayah itu telah dikosongkan oleh pasukan AS setelah keputusan mendadak Presiden Donald Trump bulan ini.
Kobani memiliki arti khusus bagi para milisi Kurdi, yang memerangi pasukan ISIS yang berusaha merebut kota pada 2014-2015 dalam salah satu pertempuran sengit konflik Suriah. Rusia mengatakan pasukan Turki tidak akan dikerahkan di Kobani.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, jika pasukan Kurdi tidak mundur, penjaga perbatasan Suriah dan polisi militer Rusia harus mundur. "Dan formasi Kurdi yang tersisa akan jatuh di bawah beban tentara Turki," katanya.
Kementerian Luar Negeri Rusia juga menolak proposal Jerman untuk zona keamanan di bawah kendali internasional, sebuah gagasan yang disambut hati-hati oleh Amerika Serikat dan NATO. Penarikan total YPG akan menandai kemenangan bagi Erdogan, yang melancarkan serangan lintas-perbatasan pada 9 Oktober.
Mereka melakukan operasi militer untuk mengusir milisi Kurdi Suriah dari perbatasan dan menciptakan zona aman untuk mengembalikan para pengungsi Suriah. Kesepakatan Selasa, yang memperluas kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi AS pekan lalu, menggarisbawahi pengaruh dominan Putin di Suriah. Kondisi ini akan menyegel pasukan sekutu Presiden Suriah Bashar al-Assad ke perbatasan timur laut untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir.
Di bawah kesepakatan itu, penjaga perbatasan Suriah akan dikerahkan di sana mulai siang hari waktu setempat pada Rabu. Enam hari kemudian, pasukan Rusia dan Turki bersama-sama akan mulai berpatroli di jalur 10 Km di timur laut Suriah di mana pasukan AS telah lama dikerahkan bersama dengan bekas sekutu Kurdi. Komandan milisi Kurdi belum menanggapi kesepakatan yang dicapai kedua negara di Laut Hitam Rusia Sochi.
Kesepakatan Selasa membahas permintaan Turki agar YPG didorong kembali dari perbatasan, artinya Ankara harus memperdalam koordinasi keamanannya dengan Damaskus. Pembicaraan ini menjadi langkah awal setelah bertahun-tahun permusuhan antara Erdogan dan Assad.
Assad dan Putin keduanya mengatakan pasukan Turki tidak bisa tetap di Suriah dalam jangka panjang. "Bagian paling penting dari perjanjian Rusia-Turki adalah kedatangan penjaga perbatasan Suriah ke timur laut, sesuatu yang dicari Damaskus dan Rusia untuk waktu yang lama," kata spesialis Timur Tengah di Moscow Policy Group Yury Barmin.