Rabu 30 Oct 2019 09:29 WIB

Mengenal Halal dan Thayyib

Setiap Muslim diperintahkan mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Halal
Foto: muslimdaily
Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Cholil Nafis menuturkan, berbicara soal syariah, maka sebetulnya hanya ada dua yaitu halal dan haram. Artinya, ketentuan hukum itu ada pada halal dan haram.

"Makanya (Imam) al-Ghazali menulis buku al-Halal wal Haram fil Islam, karena Islam itu sebenarnya dalam konteks syariah itu bicara antara halal dan haram," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (29/10).

Baca Juga

Sementara, tiap Muslim dituntut untuk selalu mendapatkan sesuatu yang halal, dengan cara yang halal, dan juga mengonsumsi yang halal. Dia menjelaskan, mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW, maka tiap Muslim diperintah untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib.

Kiai Cholil melanjutkan, halal merupakan sisi legalnya, sedangkan thayyib adalah pemenuhan dari aspek gizi, higienis, dan kebutuhan yang sifatnya psikis. Karena itu, sanksi keagamaan itu berkenaan dengan halal-haram. Sedangkan thayyib terkait dengan pemenuhan kebutuhan tubuh dan kesehatan. "Sehingga jangan dipisahkan. Ketika bicara halal, maka juga bicara thayyib," tutur dia.

Dalam pemaparannya, Kiai Cholil juga menjelaskan, tidak ada yang sulit dalam upaya untuk mendapatkan sesuatu yang halal dan thayyib. Semua yang ada di muka bumi oleh Allah sudah disiapkan untuk manusia. Misalnya makan daging yang disembelih dengan cara halal tentu itu sudah pasti thayyib. Sebab, sudah memenuhi sisi kebersihannya kandungan gizinya.

Bila daging tersebut dipotong tidak sesuai syar'i, maka selain aspek hukum Islamnya yang tidak terpenuhi, aspek kebutuhan gizi dan kebersihannya juga tidak terpenuhi. "Karena ada darah yang menggumpal. Maka makanan yang halal itu sering kali adalah thayyib. Kalau tidak halal tentu tidak thayyib," ujarnya.

Kiai Cholil mengajak seluruh umat Islam untuk menggunakan produk-produk halal dalam kehidupan sehari. Tidak hanya makanan dan minuman yang halal tapi juga kosmetik halal. Apalagi, ini sudah menjadi kewajiban sejak 17 Oktober lalu berdasakan Undang-undang tentang Jaminan Produk Halal.

"Dan itu harus bersertifikat halal. Artinya sudah ada yang menjamin. Karena itu, sadar atau tidak, mau berbisnis di Indonesia itu harus mengikuti Undang-undang itu, dan bagi umat Islam, selain mengikuti UU itu, juga perlu dibangun kesadaran berislamnya," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement