REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada era 1950-an, media massa menciptakan kerusakan di kalangan Muslim yang tidak memiliki pengetahuan soal perbandingan agama. Mereka menyebarkan propaganda dari para misionaris. Selain itu, gereja Anglikan dan gereja Belanda yang tumbuh di Afrika Selatan justru memberikan dasar adanya politik apartheid dan menyerang Islam sebagai agama yang salah.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong Deedat dan G H Vanker membentuk Islamic Propagation Centre (IPC) pada 17 Maret 1957. IPC ini banyak bergerak untuk dakwah dengan cara kuliah, simposium, dan debat.
Era 1980-an merupakan masa-masa Ahmed Deedat merambah dunia internasional. Dia tidak hanya berkutat di wilayah Afrika Selatan. Pada 1985, misalnya, dia dua kali menyambangi Royal Albert Hall, London, Inggris untuk berdebat soal perbandingan agama. Tempat itu selalu penuh dengan pengunjung.
Deedat menjadi orang Afrika Selatan pertama yang meraih penghargaan King Faisal Award. Penghargaan yang diberikan pada 1986 itu merupakan apresiasi terhadap dedikasinya terhadap dakwah keislaman yang sudah dia lakukan selama bertahun-tahun.
Pada 1987, dia bertemu dengan Jenderal Zia al-Haq dari Pakistan, disambut oleh Presiden Khayoom di Maladewa. Selama 1988, dia banyak berbicara di televisi Kuwait, Oman, dan Qatar.
Selama lebih dari satu dasawarsa, Deedat telah berkeliling dunia untuk berbagi pemikirannya soal perbandingan agama. Negara Barat yang pernah dikunjunginya di antaranya Australia, Amerika Utara, Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat.