REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Muawiyah bin Abu Sufyan dikenal sebagai pendiri angkatan laut Islam sejak menjadi gubernur Syam pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Saat menjadi khalifah, Muawiyah mengembangkan angkatan laut dengan mendirikan beberapa pabrik pembuatan kapal di Iskandariyah dan Akka. Dia pun memanfaatkan tenaga-tenaga terampil yang memahami seluk-beluk dunia maritim.
Lewat kekuatan armada laut dan strategi militer yang andal, Muawiyyah berhasil menaklukkan beberapa kota di Laut Mediterania, seperti Siprus, Arwad, hingga Rhodes. Kota-kota ini akan menjadi benteng pertahanan maritim Islam dalam menghadapi ancaman Angkatan Laut Byzantium. Tidak hanya itu, Angkatan Laut Daulah Umayyah bahkan menjadikan kotakota ini sebagai titik tolak untuk mengancam pertahanan Byzantium.
Pada masa Khulafaurrasyidin, angkatan laut Islam berhasil menahan serangan Byzantium atas Iskandariyah pada 25 H. Dalam Perang Dzatu Shawari pada 34 H, Pemerintahan Daulah Umayyah berhasil melakukan blokade atas Konstantinopel pada 54-60 H dan 98-99 H. Pasukan Muawiyyah berhasil melakukan lompatan besar atas blokade yang ditujukan untuk menyerang kota itu.
Tidak hanya di belahan bumi timur, Angkatan Laut Umayyah bahkan melakukan perang besar melawan Byzantium. Ekspedisi ini didukung oleh kekuatan Angkatan Darat. Mereka didukung kabilah Barbar di Negeri Maghribi dan Afrika Utara. Beberapa kali, kapal-kapal Dinasti Umayyah bahkan berupaya menaklukkan Pulau Sisilia pada 46 H. Penyerangan ke Sisilia diinisiasi oleh armada perang di Mesir.
Ekspedisi laut tersebut dipimpin oleh Uqbah bin Nafi' pada 49 H. Angkatan Laut Mesir berperang melawan Byzantium yang berada di bawah pimpinan Hissan bin an-Nu'man. Pada 79 H, armada laut ini mendapatkan kemenangan atas Byzantium di wilayah perairan Cartagena. Pada masa pemerintahan Marwan bin Abdul Malik, mereka turut serta dalam penyerangan Pulau Sardinia.
Angkatan Laut Mesir terus berpartisipasi dalam perang laut. Sampai kemudian, Hissan bin An-Nu'man membangun pabrik pembuatan kapal di Tunisia pada 89 H. Itu dilakukan setelah Mesir mendapatkan tekanan berat dari kapal-kapal Byzantium di pantai-pantai Mesir sendiri. Byzantium melakukan manuver itu dengan tujuan membendung agar jangan sampai Angkatan Laut Mesir menguasai pantaipantai di wilayah Maghribi.
Hissan bin An-Nu'man memanfaatkan keterampilan orang-orang Mesir dalam mengembangkan industri pembuatan kapal. Khalifah Abdul Malik bin Marwan pun memberi kebebasan membayar pajak pada para ahli kapal dari Mesir. Kebijakan itu diambil agar mereka mau pindah dan bekerja di pabrik pembuatan kapal di Tunisia.beba
Galangan kapal itu menghasilkan beberapa kapal besar yang beroperasi di beberapa wilayah berbeda. Armada Syam dan Mesir beroperasi di bagian timur Laut Mediterania. Sementara, armada Tunisia beroperasi di bagian tengahnya. Pada 58 H, Daulah Umayyah melakukan manuver besar-besaran di Laut Tunisia. Tujuan manuver ini untuk membuka pulau-pulau di wilayah Laut Mediterania bagian barat, terutama pulau-pulau di Sisilia. Tujuannya untuk menghalangi kemajuan armadaarmada Byzantium.