Jumat 15 Nov 2019 10:19 WIB

Neraca Perdagangan Oktober Surplus 161 Juta Dolar AS

Neraca perdagangan Januari hingga Oktober 2019 masih defisit 1,79 miliar dolar AS.

Rep: Dedy D Nasution/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi ekspor impor.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Ilustrasi ekspor impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagang pada Oktober 2019 mengalami surplus sebesar 161 juta dolar AS. Namun, secara akumulasi, neraca perdagangan kurun waktu Januari hingga Oktober 2019 masih tetap mengalami defisit hingga 1,79 miliar dolar AS.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, harus diakui bahwa surplus yang dicapai sepanjang perdagangan bulan lalu masih cukup tipis. Namun, setidaknya capaian itu mematahkan berbagai konsensus pasar maupun prediksi dari sejumlah pihak.

"Oktober surplus, tapi kalau dilihat pergerakannya cenderung flat. Jadi kalau surplus kecil, defisit juga kecil," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (15/11).

Ia memaparkan, sepanjang Oktober 2019, nilai ekspor mencapai 14,93 miliar dolar AS atau naik 5,92 persen dibanding posisi September 2019 sebesar 14,19 miliar dolar AS. Kenaikan ekspor pada bulan Oktober utamanya dipicu dari kenaikan ekspor migas yang mencapai 920 juta dolar AS serta kenaikan impor nonmigas menjadi 14,01 miliar dolar AS.

Khusus pada ekspor nonmigas, kenaikan terjadi pada ekspor industri pengolahan sebesar 4,56 persen (month to month/mtm) dan industri pertambangan sebesar 12,61 persen (mtm). Adapun, untuk sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 4,64 persen (mtm).

Sementara itu, untuk kinerja impor nilainya mencapai 14,77 miliar dolar AS. Angka impor tersebut tercatat mengalami kenaikan 3,57 persen dibanding posisi September 2018 yang sebesar 14,26 miliar dolar AS.

Kenaikan impor dicapai karena terdapat kenaikan impor migas sebesar 10,26 persen menjadi 1,75 miliar dolar AS serta kenaikan impor nonmigas 2,73 persen menjadi 13,02 miliar dolar AS.

Secara sektoral, impor barang konsumsi mengalami kenaikan 2,02 persen (mtm) dan bahan baku juga mengalami kenaikan 6,17 persen (mtm). Namun, khusus untuk barang modal, BPS mencatat terjadi penurunan 5,87 persen (mtm).

Melihat dari kinerja ekspor dan impor tersebut, Suhariyanto menggarisbawahi bahwa surplus tersebut dicapai bukan lantaran adanya kenaikan ekspor dan penurunan impor. Ekspor dan impor sama-sama mengalami kenaikan, namun kenaikan ekspor lebih tinggi dari pada impor.

"Sebetulnya yang kita harapkan adalah surplus tercipta dari ekspor yang tumbuh dan impor turun. Itu yang kita harapkan," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement