REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah sebesar 50 basis poin (bps). Dengan begitu, masing-masing menjadi 5,5 persen dan 4,0 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0 persen.
Keputusan itu berlaku efektif pada 2 Januari 2020. "Kebijakan ini ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (21/11).
Ia menjelaskan, secara keseluruhan likuiditas perbankan cukup. Hanya saja distribusi likuiditas ke setiap kelompok bank tidak merata.
"Bank BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha) dua, tiga, dan satu mengalami kekurangan dana karena persaingan untuk DPK (Dana Pihak Ketiga). DPK tumbuh sekitar delapan persen, dan sejumlah bank kurang bisa tarik porsi DPK," tutur Perry.
Maka menurutnya, penurunan GWM akan menambah likuiditas seluruh bank. Jumlah likuiditas yang nantinya bertambah ke bank umum sebesar Rp 24,1 triliun, sedangkan ke Bank Umum Syariah sebesar Rp 1,9 triliun.
"Dengan penurunan GWM, likuiditas yang bertambah ke semua bank sebanyak Rp 26 triliun. Ini akan permudah bank salurkan kredit korporasi yang meningkat, seiring confidence terhadap peningkatan ekonomi," jelas dia.
Dirinya melanjutkan, kebijakan itu sengaja diberlakukan mulai awal Januari sebab biasanya pada kuartal empat, pemerintah baik kementerian maupun lembaga melakukan belanja. Dengan begitu likuiditas pada kuartal empat berlebih.
"Ini antisipasi juga, biasanya di kuartal pertama ekspansi fiskal masih rendah. Di kuartal tersebut ada penarikan pajak. Jadi ini langkah forward looking preemptive, BI sudah perkirakan maka GWM diturunkan lalu likuiditas bank kita tambah pada Januari," jelasnya.
Atas dasar itu, kata dia, dunia usaha tidak perlu khawatir untuk berinvestasi, sebab likuiditas bank cukup. "Dunia usaha mari investasi!" Ajak Perry.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 20 sampai 21 November, BI pun memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,00 persen. Suku bunga Deposit Facility juga tetap sebesar 4,25 persen, begitu pula suku bunga Lending Facility tidak berubah di angka 5,75 persen.
"Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran target, stabilitas eksternal yang terjaga. Ini upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat," kata Perry.