Selasa 26 Nov 2019 05:05 WIB

Kisah Kejujuran Kaab Bin Malik

Manfaat jujur itu memang terkadang tidak langsung bisa dinikmati.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Kejujuran (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Kejujuran (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Manfaat jujur itu memang terkadang tidak langsung bisa dinikmati. Tidak jarang buah kejujuran harus didahului dengan kepahitan dan kesulitan. Namun, dengan tetap sabar dalam kejujuran, pasti akan tiba masa kita merasakan keindahannya.

Ka'ab bin Malik salah satu fakta sejarah yang membuktikan hal tersebut. Saat absen dalam Perang Tabuk, ia bisa saja lolos dari hukuman dengan cara merekayasa alasan agar Nabi SAW dapat memakluminya.

Namun, cara kotor itu tak ditempuhnya. Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam Kitab Al-Tawwabin mengupas kisah Ka'ab bin Malik berikut. Seperti biasanya, Rasulullah SAW paling senang mengadakan perjalanan pada hari Kamis. Ka'ab sebenarnya bertekad untuk ikut serta dalam pasukan yang menuju ke Tabuk. Pada Kamis pagi, pasukan Islam akan berangkat. Ka'ab pun pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan yang akan digunakan dalam perang nanti.

Dia berpikir, setelah barang yang dibutuhkannya terbeli, ia akan segera menyusul rombongan pasukan Islam. Sayangnya, hari itu barang yang dibutuhkannya tak kunjung ditemukannya di pasar. Ka'ab pun menunggu esok hari, dengan harapan barang yang dibutuhkannya tersedia. Namun, barang-barang yang dicarinya tak kunjung tersedia.

Pada hari ketiga, keempat, dan berikutnya, keadaan tak berubah. Sampai akhirnya Ka'ab tak bisa lagi menyusul pasukan yang dipimpin Rasulullah SAW, ungkap Ibnu Qudamah.

Ka'ab sebenarnya tak ada niat untuk menghindar dari Perang Tabuk. Betapa gelisahnya saat menyadari tak bisa bergabung dengan Rasulullah dalam pertempuran itu. Hatinya begitu sedih. Ia sungguh menyesal karena telah lalai mempersiapkan perlengkapan perang.

Rasulullah SAW dan pasukannya akhirnya sampai di Tabuk. Nabi SAW yang tak melihat sosok Ka'ab segera bertanya, Apa yang dikerjakan Ka'ab bin Malik?

Salah seorang menjawab, Baju dan selendangnya yang membuat dia tertinggal, ya Rasul. Menurut Ibnu Qudamah, pernyataan itu adalah sindiran bagi lelaki yang kalah dari kemauan istrinya.

Mendengar celetukan itu, Muad bin Jabal segera menyela, Hus... sangat buruk apa yang kamu katakan. Demi Allah, wahai Nabi, kami tak melihat darinya kecuali kebaikan. Hingga Perang Tabuk berakhir, Ka'ab tak kunjung datang. Di Madinah, Ka'ab terus diliputi kesedihan.

Ia sangat menyesal dan takut akan dimarahi Rasulullah SAW. Ka'ab pun pasrah. Satu hal yang diyakininya, yakni kejujuranlah yang akan menyelamatkannya.

Rasulullah SAW akhirnya tiba di Madinah setelah masa perang tersebut berakhir. Nabi SAW memaafkan para sahabat yang uzur dan tak bisa bergabung dalam pasukan Islam. Kini, tibalah Ka'ab bin Malik menghadap baginda.

Bukankah kamu sudah membeli kuda? tanya Rasulullah. Benar, ya Rasul, jawab Ka'ab tertunduk. Rasul kembali bertanya, Lalu, apa yang membuatmu tak ikut?

Demi Allah, sekiranya di sini tak ada orang lain selain engkau, pasti kami akan lari. Kami diberikan kesempatan untuk membela diri, tapi kami tahu, ya Nabiyullah, orang tak akan percaya. Mudah-mudahan Allah memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kami, ujar Ka'ab.

Rasul lalu berkata, Kalau itu sungguh benar kata-katamu, pergilah sampai ada keputusan dari Allah.

Ka'ab pun pergi dengan hati yang sangat sedih. Rasulullah SAW melarang semua sahabat untuk berbicara dengan Ka'ab. Tak ada satu orang pun yang menyapa Ka'ab, seakan-akan tembok dan bumi pun ikut membencinya.

Hingga hari ke-40, utusan Rasulullah datang. Ka'ab diperintahkan untuk menjauhi istrinya. Haruskah kuceraikan? Tanya Ka'ab. Utusan Rasulullah itu menjawab, Tidak, tetapi jangan mendekatinya.

Ka'ab berupaya keras untuk segera lepas dari sanksi sosial itu, tetapi tak kuasa. Ka'ab pun hanya bisa menangis. Hingga hari ke-50 tiba. Ka'ab melaksanakan shalat Fajar di balik Ka'bah. Ia benar-benar bertobat. Ka'ab berdoa dengan air mata berlinang.

Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas bukit, Bergembiralah wahai Ka'ab bin Malik. Ia langsung bersujud dan bersyukur. Kemudian, datanglah seorang pria berkuda dan memberi kabar gembira. Ka'ab segera menemui Rasulullah SAW di masjid.

Bergembiralah, wahai Ka'ab. Telah datang kebaikan satu hari yang tak pernah terjadi sejak kamu dilahirkan ibumu, kata Nabi SAW, telah datang dari sisi Allah (wahyu).

Beliau pun membacakan surah at-Taubat ayat 117 hingga 119. Tak ada kenikmatan yang lebih besar sesudah berislam bagi Ka'ab, kecuali kejujuran kepada Rasulullah SAW. Begitulah kesungguhan tobat Ka'ab, hingga Allah dan Rasulullah SAW mengampuni kelalaian seorang Ka'ab. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement