REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak di pasar global naik pada akhir perdagangan Selasa (26/11) atau Rabu (27/11) pagi WIB. Kenaikan harga ini didorong pemberitaan bahwa pejabat Amerika Serikat dan China membahas penyelesaian konflik perdagangan.
Sementara prediksi untuk penarikan mingguan pada stok minyak mentah AS juga ikut berkontribusi terhadap kenaikan harga minyak.
Minyak mentah berjangka Brent naik 62 sen menjadi menetap pada 64,27 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 40 sen menjadi berakhir pada 58,41 dolar AS per barel.
Amerika Serikat dan China hampir mencapai kesepakatan mengenai fase pertama dari kesepakatan perdagangan. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Selasa (26/11), setelah perunding utama dari kedua negara berbicara melalui telepon, bahwa ia setuju untuk terus bekerja pada masalah-masalah yang tersisa.
Dalam beberapa bulan terakhir, pasar telah berayun bolak-balik, reli karena ada berita utama yang menunjukkan kemajuan tersulit, bahkan ketika kesepakatan belum dipecahkan.
Diskusi berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan, dengan China mengatakan telah memanggil duta besar AS pada Senin (25/11) untuk memprotes Kongres AS yang meloloskan Undang-undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong.
"Dukungan utama untuk harga adalah gagasan bahwa jika kita mendapatkan pelonggaran dalam perang perdagangan, ketakutan akan kondisi yang melambat dan dampak pada pertumbuhan permintaan minyak dan bahan bakar akan dikeluarkan dari pasar," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
Di sisi penawaran, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) bertemu di Wina pada 5 Desember, diikuti dengan pembicaraan dengan kelompok OPEC + yang lebih luas yang menampilkan produsen lain yang telah sepakat untuk memangkas produksi, termasuk Rusia.
Kepala Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara OPEC harus membuat keputusan yang tepat untuk ekonomi global yang "sangat rapuh".
Memprediksi pertumbuhan produksi minyak yang kuat dari negara-negara non-OPEC, terutama Amerika Serikat, Brasil, Norwegia dan Guyana, Fatih Birol mengatakan: “Akan ada banyak minyak di pasar. Saya berharap mereka akan membuat keputusan yang tepat untuk diri mereka sendiri dan untuk ekonomi global."
Persediaan minyak mentah AS naik 3,6 juta barel pekan lalu menjadi 449,6 juta, data dari kelompok industri American Petroleum Institute menunjukkan Selasa malam (26/11). Perkiraan analis adalah penurunan 418.000 juta barel.