REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peternak ayam yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) meminta pemerintah supaya mengatur segmen pasar antara peternak dari perusahaan besar dan peternak rakyat. Permintaan itu mereka sampaikan saat melakukan aksi damai di depan Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta, Rabu, (27/11).
"Perusahaan-perusahaan besar ini kan punya modal besar, mereka punya peluru lebih besar, sehingga mau main di mana pun bebas. Hanya, kalau dia tidak dikendalikan efeknya ke kita peternak rakyat, harga kita akan bertarung dengan dia," ujar Koordinator Lapangan sekaligus Perwakilan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Parjuni saat ditemui Republika.co.id di sela aksi.
Menurutnya, peternak besar bisa lebih efisien dibandingkan peternak kecil. Pasalnya, peternak kecil membeli semua bahan baku di peternak besar. "Jadi mereka sudah dapat untung dari pembelian kita, lalu ditarungkan dengan kita. Otomatis kita kalah," tegas Parjuni.
Maka, kata dia, peternak berskala besar budi dayanya bisa diarahkan ke segmen pasar ekspor atau masuk ke bisnis hotel, restoran, serta cafe. Sedangkan peternak rakyat mengambil segmen pasar tradisional.
"Kalau harus bertarung dengan perusahaan besar, semakin lama peternak kita semakin mundur. Kemudian habis," ujar dia.
Pada kesempatan serupa, PPRN pun menuntut pemerintah menjaga stabilitas harga ayam hidup (livebird) pada Harga Acuan Pemerintah. Sebelumnya Permendag Nomor 96 Tahun 2018 telah dikeluarkan, disitu tertulis harga acuan ayam hidup per kilogram sebesar Rp 18 ribu sampai Rp 20 ribu. Harga tersebut dinilai stabil untuk penjualan di Pulau Jawa namun harus sedikit dinaikkan untuk penjualan di luar Jawa.