REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Rifai
Manusia adalah makhluk yang lemah meski beragam keistimewaan melekat pada dirinya. Salah satu bentuk kelemahan itu adalah sulitnya mengendalikan hati. Setiap orang merasakan, hati mudah berubah dan berbolak-balik. Futur adalah bagian dari perubahan itu. Dr Nashir al- Umar menjelaskan, "futur adalah rasa malas, menunda, lambat setelah bersemangat, tidak bergairah dalam kebaikan." (Al futur, maddzohir asbab ilaj, Hal. 22).
Saat futur mendera, semangat berbuat kebaikan melemah bahkan anjlok. Kondisi seperti ini tidak terelakkan. Nabi telah menyebutkan dalam hadis yang artinya, "setiap amalan ada masa bersemangat dalam melakukannya dan setiap masa bersemangat ada waktunya melemah." (Riwayat Ahmad disahihkan Albani).
Masa-masa futur adalah situasi yang patut diwaspadai. Pasalnya, keadaan futur bukan saja semangat berbuat baik yang menurun, dorongan melakukan keburukan juga menjadi menguat. Pertahanan menghadapi bisikan syaitan dan ajakan hawa nafsu menjadi sangat rapuh.
Alhasil, seorang yang sedang futur mudah takluk oleh godaan dan rayuan. Tak mengherankan jika terkadang kita menjumpai orang yang sudah bertobat, bahkan begitu gigih dalam kebaikan, tapi beberapa waktu kemudian terperosok kembali dalam keburukan.
Dalam sejarah Rasulullah, bahaya futur itu telah Allah perlihatkan. Tatkala kaum Muslimin hijrah ke Habasyah, ada di antara peserta hijrah yang futur hingga akhirnya murtad dari Islam. Dalam salah satu perang juga terdapat seseorang yang begitu gigih dan penuh semangat. Namun, nabi menghukuminya sebagai penghuni neraka. Ternyata orang tersebut bunuh diri. Saat terluka parah, semangatnya melemah sehingga godaan setan menggiringnya untuk menusukkan tombak ke perutnya.
Secara konkret Umar berpesan tentang taktik meraih kestabilan dalam kebaikan. Ia berkata, "sesungguhnya hati itu memiliki masa bersemangat kepada kebaikan dan masa membelakangi kebaikan itu. Jika ia bersemangat, maksimalkan dalam amalan-amalan sunah, dan jika sedang membelakangi maka tetapkan dia untuk tidak meninggalkan yang wajib." (Robiul Abrar, Hal. 158).
Singkatnya, dalam setiap keadaan selalu berusaha dalam koridor sunah meski terkadang ada perubahan intensitas dalam kebaikan. Nabi bersabda yang artinya, "siapa yang semangatnya dalam koridor sunahku, ia sungguh beruntung. Namun, siapa yang sampai futur (malas) hingga keluar dari sunahku, dialah yang binasa." (Riwayat Ahmad dishohihkan Albani).
Menetapi sunah Rasululullah adalah jalan keselamatan. Saat semangat berbuat baik meningkat, tetap berada dalam batasan yang ditetapkan oleh Rasulullah. Demikian pula sebaliknya, ketika sedang lemah, tetap bertahan dalam sunah nabi dengan tidak meninggalkan yang wajib atau melakukan yang diharamkan.
Allah menilai amalan kita bukan pada kuantitasnya, tapi pada kesesuaiannya dengan tuntutan Rasulullah. Semangat beramal harus dikendalikan jika menggring kita keluar dari sunah nabi. Yang sedikit, tapi kontinu dan sesuai sunah lebih dicintai dan lebih membantu dalam meraih keistiqamahan dalam segala situasi.
Nabi bersabda yang artinya, "wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan (dalam koridor sunah) yang kontinu walaupun sedikit" ( HR Muslim). ¦