REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 tahun 2019, tentang Majelis Taklim menuai polemik dan mendapat sorotan. Peraturan ini diterbitkan pada 13 November 2019 dan akan mulai berlaku pada 10 Januari 2020. Dalam pasal 6 ayat 1, PMA tersebut mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama (Kemenag).
Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menyesalkan dikeluarkannya PMA tersebut. Menurutnya, peraturan tersebut adalah sesuatu yang terlalu mengatur ranah pribadi masyarakat.
"Itu terlalu berlebihan, karena itu tidak perlu diatur oleh pemerintah. Karena selama ini majelis taklim itu sangat tumbuh subur di masyarakat, tanpa harus diatur-atur oleh pemerintah," ujar Ace di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12).
Menurutnya, tanpa diatur dalam peraturan menteri, majelis taklim akan tetap tumbuh berkembang di masyarakat. Sebab, kegiatan dalam majelis taklim justru dinilainya memberikan dampak positif dalam kegiatan keagamaan.
"Oleh karena itu maka peraturan menteri itu direvisi atau bahkan saya kira dicabut. Karena itu terlalu masuk ke dalam ranah yang bukan kewenangan dari pemerintah," ujar Ace.
Jika alasan dikeluarkannya PMA 29/2019 itu untuk menangkal radikalisme, ia menolak alasan tersebut. Pasalnya, selama ini majelis taklim bukan merupakan tempat berkembangnya paham-paham yang merusak ideologi bangsa.
"Jadi menurut saya tidak perlu punya kecurigaan apa yang berlangsung di tengah masyarakat. Apalagi majelis taklim selama ini sangat positif membina nilai-nilai keagamaan," ujar Ace.
Komisi VIII juga rencananya akan segera memanggil Menteri Agama Fachrul Razi. Pemanggilan menteri untuk langsung menanyakan kepadanya alasan dikeluarkannya PMA 29/2019.
"Nanti pada saatnya kita akan mengklarifikasi kepada Menteri Agama, karena kita lihat di media alasan Menag katanya untuk memudahkan pembinaan dan pemberian bantuan," ujar Ace.
PMA Nomor 29 Tahun 2019 tentag Majelis Taklim ini terdiri atas enam bab, dengan 22 pasal. Aturan ini berisi mengenai tugas dan tujuan mejelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencangkup pengurus, ustadz, jamaah, tempat, dan materi ajar.
Dalam draf PMA Majelis Taklim tersebut, Pasal 6 ayat 1 PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama. Kemudian, pada poin 2 disebutkan pengajuan pendaftaran harus dilakukan secara tertulis.
Menteri Agama, Fachrul Razi menyatakan, regulasi tersebut akan memudahkan Kemenag dalam mengucurkan bantuan dana kepada majelis taklim. Sebab, menurutnya jika tidak ada regulasi yang mengatur maka tidak bisa memberikan bantuan kepada majelis taklim. Selama ini, menurutnya, belum ada payung hukum yang mengatur tentang majelis taklim di Indonesia.
"Peraturan majelis taklim dibuat supaya kita mudah ngasih bantuan ke mereka. Kalau enggak ada dasar hukumnya kita tidak bisa ngasih bantuan," ujar Fachrul.
Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Juraidi, mengatakan, Kemenag mengeluarkan PMA tentang Majelis Taklim untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang rahmatal lil alamin. Majelis Taklim juga perlu diatur untuk membentengi masyarakat dari paham-paham radikal.
Ini sekaligus untuk membentengi masyarakat dari paham keagamaan yang bermasalah seperti radikalisme agama, paham intoleran, dan seterusnya," ujar Juraidi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/11).
Ke depannya, menurut dia, Majelis Taklim yang ada sekarang harus ditingkatkan dalam pengelolaannya, sehingga bisa lebih banyak menebar manfaat di tengah-tengah masyarakat. "Majelis Taklim sebagai sarana pendidikan agama non-formal yang sangat fleksibel dari segi waktu dan tempat perlu ditingkatkan kualitas pengelolaannya agar lebih bermanfaat bagi masyarakat," kata Juraidi.
DPR Minta Kaji Ulang
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menganggap PMA tentang Majelis Taklim berlebihan. Ia menyarakan agar Menteri Agama Fachrul Razi mengkaji ulang aturan tersebut.
"Ini kan harusnya melalui kajian-kajian yang matang," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/12).
Menurutnya, PMA tersebut merupakan hal yang sensitif, sehingga perlu melalui proses kajian matang sebelum dikeluarkan. Jangan sampai, lanjutnya, hal tersebut justru membebani Presiden Joko WIdodo (Jokowi).
"Presiden ini jangan terlalu dibebani dengan hal-hal yang sebenarnya bisa diatasi di level dibawahnya. Oleh karena itu saya pikir permenag ini perlu ditinjau ulang," imbaunya.
Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto meminta Kementerian Agama tak memberatkan majelis taklim. Dengan tak membubarkan majelis taklim yang tak terdaftar.
"Bagusnya tidak perlu diwajibkan atau diharuskan, bagi yang mau daftar silahkan, tapi yang tidak daftar ya jangan ada sanksi," ujar Yandri saat dikonfirmasi, Senin (2/12).
"Bila majelis taklim tak mendaftarkan diri lantas konsekuensinya dibubarkan? Ya tidak boleh dibubarkan," ujar Yandri, menambahkan.