Diam-diam PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menjalankan transformasi dengan sejumlah program terobosan. Langkah-langkahnya sejauh ini telah banyak membuahkah hasil.
Hasan Sunoto (53 tahun) bulan lalu sangat terkesan dengan pengalamannya menyeberang dari Pelabuhan Bakauheni ke Pelabuhan Merak. Bulan lalu ia memang liburan bersama keluarga besarnya di Medan.
Mereka ramai-ramai berwisata ke Yogyakarta dengan cara konvoi membawa mobil pribadi melintasi Trans-Sumatera dan menyeberang Bakauheni- Merak. Hasan sangat terkesan dengan perubahan suasana dan pelayanan di Pelabuhan Bakauheni dan Pelabuhan Merak saat ini.
Kini penampilan Bakauheni dan Merak benar-benar sudah berubah. Selain telah dibuka jalur khusus yang memungkinkan pelanggan premium untuk tiba di Merak lebih cepat, melalui Terminal Eksekutif suasana di kedua pelabuhan itu sudah mirip mal, pemandangan lautnya pun indah. Maklum, di sana sudah banyak kafe, tempat makan, dan tempat belanja.
Cara pembayaran di pelabuhan juga sudah cashless, tidak pakai uang tunai, sehingga tak merepotkan. Pengalaman Hasan tahun ini sungguh bertolak belakang dengan pengalamannya 10 tahun lalu saat mudik ke Jawa. Ia dibuat kesal oleh pelayanan dan antrean di Bakauheni dan Merak.
Apa yang dirasakan Hasan saat ini sebenarnya hanya salah satu buah dari upaya transformasi yang dilakukan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dalam dua tahun terakhir. Tanpa gembar-gembor, perusahaan pelat merah ini cukup sibuk menjalankan agenda transformasi.
Selain terasa dari sisi pelayanan, kinerja perusahaan pelat merah ini juga terus kinclong. Perusahaan ini selalu meraih laba bersih positif, tumbuh, dan jauh dari beban utang.
“Dalam dua tahun kami memang melakukan transformasi ASDP. Saat saya masuk, kesadaran perlunya transformasi sudah mulai terbangun, kemudian dua tahun ini kami melakukan eksekusi-eksekusi dan memperkuat dengan perbaikan di berbagai lini bisnis,” ungkap Ira Puspadewi, Direktur Utama/CEO PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Harus diakui, mengelola bisnis ASDP memang tak mudah karena cukup unik dan menantang. Pertama, dari sisi aset yang dikelola, cukup kompleks, sebagai pembanding, Pelindo merupakan BUMN yang mengelola pelabuhan dan PT Pelni mengelola kapal, sedangkan ASDP mengelola dua-duanya, kapal dan pelabuhan.
“Kami sekarang mengelola 35 pelabuhan dan 151 kapal milik sendiri, dan 52 kapal milik swasta yang dikelola oleh ASDP. Ini adalah sebuah terobosan yang sama sekali baru, karena baru kali ini pihak swasta mempercayai kami mengelola armadanya,” tutur Ira.
Bisa dibayangkan betapa kompleksnya. Belum lagi, sebagian besar kapal yang dikelola merupakan kapal roro pax, mengangkut kendaraan dan orang yang butuh treatment tersendiri karena memang lebih demanding.
Kedua, dari sisi bisnis, dalam mengejar revenue dan profit, ASDP tidak bisa sembarang membuat kebijakan, termasuk menaikkan harga. Perusahaan lain, untuk mengejar profit dan menutup biaya, bisa dengan mudah menaikkan harga sehingga ada margin sisa. Hal ini tidak bisa dilakukan ASDP karena bisnis penyeberangan ini sangat regulated, dimana tarif ditentukan oleh pemerintah.
“Ketika musim Lebaran, misalnya, ketika moda transportasi lain ada tarif tuslah untuk menutup arus balik yang biasanya kosong muatan, kapal penyeberangan tidak menerapkan tarif tuslah,” kata Ira.
Hal ini memang mesti dimaklumi karena ASDP berkutat di bisnis penyeberangan yang terkait kepentingan masyarakat banyak, yang kami sebut dengan peran perintis, termasuk warga tak mampu, sehingga sensitif ketika ada kenaikan harga tiket kapal penyeberangan.
Belum lagi sebagai BUMN, ASDP juga mesti mengemban fungsi agent of development, bukan semata-mata perusahaan yang mengejar profit. Ira mencontohkan, ada salah satu jalur penyeberangan yang dilayani kapal feri ASDP di wilayah Indonesia Timur yang sebenarnya secara bisnis tidak untung.
“Tapi kami tidak bisa stop begitu saja karena kalau kapal kami tidak berlayar tiga hari saja, harga telur dan kebutuhan pokok di pulau itu bisa naik tiga kali lipat, sehingga kami harus terus berlayar,” ungkapnya.
Hal yang sama juga terjadi pada jalur penyeberangan feri Surabaya-Madura. Di sana, sejak 2009 sudah dibangun Jembatan Suramadu. “Terus terang, itu jalur yang rugi bagi ASDP, tapi karena peran sebagai agent of development tadi, kapal kami harus terus beroperasi Surabaya-Madura untuk contingency plan, kalau ada apa-apa,” Ira menunjukkan.
Dengan konstelasi bisnis seperti itu, tak mengherankan, mentransformasi ASDP juga butuh strategi berbeda. “Saya merasakan sendiri, memimpin ASDP ini menuntut kecerdasan korporasi tersendiri karena nuansa agent of development-nya sangat kuat. Kami mesti tumbuh signifikan secara revenue, tapi juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat banyak,” kata Ira.
Karena itu, untuk melakukan transformasi, ASDP mengeksplorasi sumber daya yang ada dengan strategi pengembangan yang lebih terintegasi. Maka kami melakukan strategi ambide, dimana intinya menyeimbangkan antara efisiensi di lini bisnis existing dan menggali peluang bisnis baru.
Yang utama, karena tidak bisa menaikkan harga sembarangan untuk mendapatkan profit, secara internal ASDP harus memiliki proses bisnis yang efisien. Karena itu, pada tahap pertama, langkah transformasi yang dilakukan ialah mengefisienkan proses bisnis yang dimungkinkan.
Dalam hal ini, yang dilakukan manajemen bukan dengan memecat banyak karyawan, tetapi dengan menerapkan proses bisnis baru yang lebih efisien di area yang masih memungkinkan. Contohnya, dengan melakukan digitalisasi proses bisnis.
Digitalisasi antara lain sudah dilakukan dengan menerapkan pola pembayaran cashless, selain mengintegrasikan sistim informasi di perusahaan sehingga menjadi berbasis digital dan serba online. “Implementasi proses bisnis digital ini tentu akan menekan peluang terjadinya kebocoran-kebocoran,” kata Ira yang pernah 17,5 tahun berkarier di Gap Inc. ini.
Digitalisasi bukan hanya menyangkut pekerjaan karyawan ASDP, tetapi sudah menyangkut hal-hal yang bersentuhan langsung dengan pelanggan. Misalnya, ticketing; pembayaran tiket sekarang dilakukan secara digital karena di empat pelabuhan utama (Bakauheni, Merak, Gilimanuk, dan Ketapang) telah dipasang sistem manless dengan vending machine, sehingga akurasi dan kecepatan pelayanan dapat terjamin lebih baik.
Dari sisi bisnis, transformasi dilakukan dengan melakukan eksplorasi dan menggarap berbagai peluang bisnis baru yaitu Logistik dan Pariwisata. Yang terkait dengan perkapalan, ASDP kemudian masuk di bisnis logistik pengangkutan barang. “Kami tidak berharap kenaikan revenue secara signifikan dari kenaikan penyeberangan penumpang karena sangat dibatasi. Yang kami lakukan adalah memperkuat pengangkutan barang atau logistik,” Ira menjelaskan.
Untuk itu, kini ASDP tidak hanya menyediakan space di kapal-kapal yang sudah ada agar bisa sekaligus menyeberangkan barang, tetapi juga menghadirkan kapal-kapal kargo khusus untuk membawa barang seperti ternak (sapi, dll.), sayur-mayur, dan semen. Secara tak langsung ini menunjukkan bahwa ASDP sudah berpartisipasi dalam menjalankan program tol laut.
Dari sisi pengembangan bisnis baru, selain sudah masuk ke bisnis logistik, belakangan ASDP juga masuk ke bisnis properti untuk pariwisata. Melalui anak usahanya, PT Indonesia Ferry Property, ASDP membangun kawasan wisata terintegrasi di Labuan Bajo. Saat ini yang sudah dibangun ialah hotel bintang 5, Inaya Bay Komodo, yang mengoperasikan 147 kamar dan function hall berkapasitas 1.000 orang.
Untuk mengoperasikan hotel bintang 5 pertama di pusat kota Labuan Bajo itu, ASDP menggandeng Hotel Indonesia Group sebagai pengelola (operator). “Selama ini orang mengenal Labuan Bajo hanya sebagai leisure, nah kami lengkapi bahwa ke sana orang juga bisa bisnis dan lifestyle. Makanya, kami buatkan function hall. Juga, sudah kami bawa Starbucks dan brand-brand ternama lainnya di sana dan akan segera dilengkapi dengan marina,” wanita kelahiran Malang, yang tahun lalu berhasil meraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia, itu menjelaskan.
Masih di bidang pengembangan bisnis properti, ASDP juga sedang menyiapkan pengembangan wisata baru di Bakauheni karena memiliki lahan 80 hektare di lokasi yang strategis, yang kita digabung dengan lahan mitra bisa mencapai 200 hektar. “Kami sedang bangun destinasi wisata baru di sana, bekerjasama dengan Hutama Karya dan ITDC.
Kami manfaatkan momentum perkembangan pengguna Trans Jawa – Sumatera yang trafiknya makin meningkat,” papar Ira.
Hal yang sama juga dilakukan di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, yang oleh ASDP akan dijadikan sebagai destinasi wisata anyar yang ikonik mulai April 2020, bekerjasama dengan Pemda Banyuwangi.