REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel menyatakan akan menertibkan pengusaha yang ikut andil mencemari Sungai Bengawan Solo. Namun dia menegaskan, penertiban ini akan dilakukan tanpa mengganggu iklim investasi.
''Kalau memang kami melakukan penegakan hukum, maka itu merupakan ultimum remedium,'' jelas Kapolda seusai meresmikan perubahan status Polres Banyumas menjadi Polresta Banyumas di Mapolres setempat, Jumat (6/12).
Istilah ultimum remedium, berarti upaya penegakan hukum yang terpaksa dilakukan sebagai langkah terakhir. Prinsipnya, kata Kapolda, penertiban yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk memberangus, mengganggu dan bahkan menghambat proses investasi. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait, untuk mencari solusi terbaik mengatasi masalah pencemaran Bengawan Solo.
Kapolda menyebutkan, pihak pemerintah daerah sampai saat ini juga masih berupaya untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut. Bahkan jajarannya juga telah mengikuti rapat koordinasi untuk mengatasi masalah ini.
Menurutnya, pencemaran pencemaran Bengawan Solo disebabkan oleh ratusan home industri yang semuanya mengeluarkan limbah. Terutama yang di wilayah Kabupaten Sukoharjo. ''Kami fokuskan dulu pada pencemaran yang di Sukoharjo. Tentunya tanpa mengganggu iklim usaha,'' katanya.
Sebagaimana diketahui, masalah pencemaran di Sungai Bengawan Solo belakangan mendapat sorotan karena menimbulkan dampak cukup luas. PDAM di Surakarta dan Blora tidak dapat menggunakan sumber air dari Bengawan Solo, karena tercemar logam berat.
Dari hasil penelitian, sumber pencemar lain Bengawan Solo berasal dari berbagai jenis industri yang ada di sepanjang jalur sungai. Antara lain dari industri tekstil, alkohol (ciu), peternakan babi, hingga rumah penyembelihan ayam.