REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Toto Pranoto mengatakan perlunya kerja keras dalam mendorong BUMN bisa bersaing di kancah internasional. Jumlah BUMN Indonesia yang masuk dalam daftar perusahaan publik terbesar di dunia yang dirilis majalah ekonomi asal Amerika Serikat (AS), Forbes, masih dalam hitungan jari.
Toto menilai BUMN Indonesia masih cukup tertinggal dibandingkan super holding milik Singapura, Temasek, maupun Khazanah Nasional Berhad milik Malaysia. "Kalau lihat pertumbuhan aset, BUMN kita jauh lebi baik daripada Khazanah atau Temasek, tapi kalau dibanding revenue, mereka jauh lebih superior," ujar Toto dalam seminar bertajuk "BUMN Going Global Strategy and Action Plan di Hotel Novotel Cikini, Jakarta, Selasa (10/12).
Direktur Utama LM FEB UI itu menyampaikan perusahaan migas Malaysia, Petronas, lebih unggul dibanding Pertamina lantaran value chain Petronas jauh lebih lengkap daripada Pertamina.
"Di hulu mereka (Petronas) banyak eksplorasi ke luar negara di luar Malaysia, kemudian mereka punya perusahaan petrochemical," lanjutnya.
Toto menilai rencana Menteri BUMN Erick Thohir yang ingin fokus ke sub holding merupakan langkah yang ideal ketimbang memaksakan konsep superholding. Dengan sub holding, kata Toto, Erick ingin menguatkan pondasi pada setiap BUMN sebelum melangkah lebih jauh menjadi superholding.
Toto menjabarkan sejumlah hal yang harus dilakukan guna mendorong BUMN bersaing di pasar internasional. Upaya itu antara lain dengan memperkuat bisnis yang berorientasi global, aspek kepemimpinan perusahaan yang baik dan berintegritas, serta hubungan kerja sama dengan internasional yang lebih erat.
"Kalau kita ingin mendirikan perusahaan baru, soal kelembagaan, apakah bisa menjalankan fungsi mencari profit sambil melakukan PSO, itu akan sulit," ucap Toto.
Toto mengambil contoh tugas Khazanah di Malaysia yang hanya fokus menghasilkan profit. Toto menyampaikan, Temasek atau Khazanah mengelola holding sebagai portofolio, berbeda dengan holding di Indonesia yang masih terlibat dalam proses operasional anak perusahaan dan tidak selalu berorientasi pada profit.
"Contoh baiknya Cina yang tidak hanya melayani pasar domestik, tapi juga going global," kata Toto.
BUMN Cina, lanjut Toto, membuka kesempatan perusahaan patungan atau joint venture melalui skema perusahaan internasional dengan syarat ada ada transfer pengetahuan. Setelahnya, Cina tidak ragu mengakusisi banyak perusahaan multinasional.
"Model semacam itu harus diterapkan. Kalau perlu mengakuisisi perusahaan luar yang sudah punya brand," ucap Toto.
Direktur Utama PT Industri Kereta Api (Inka) Budi Noviantoro menilai pola pikir BUMN yang bersaing di kancah internasional merupakan sebuah keharusan. Dengan begitu, kata Budi, perusahaan akan menyelaraskan rencana bisnis agar bisa sesuai dengan kebutuhan pasar di luar negeri.
"Go global ini mutlak, tidak bisa tidak, kereta api tak ada yang beli kalau tidak keluar (negeri)," ujar Budi.
Budi mengatakan pola konsorsium dan keterlibatan BUMN lain seperti KAI, Len, dan Waskita, dalam menyasar pasar luar merupakan strategi yang dilakukan dan telah mencapai hasil yang efektif. Budi mengatakan Inka juga terus menjajaki ekspor ke Laos, Sri Lanka, dan sejumlah negara di Afrika.
"Laos sedang proses, Sri Lanka juga sedang proses," lanjut Budi.