Selasa 10 Dec 2019 17:03 WIB

Sudah 4 Bulan tak ada Shalat Jumat di Masjid Besar Kashmir

Pihak berwenang menganggap jamaah Kashmir sebagai ancaman.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Sudah 4 Bulan tak ada Shalat Jumat di Masjid Besar Kashmir. Foto ilustrasi Muslimah Kashmir.
Foto: EPA-EFE/Farooq Khan
Sudah 4 Bulan tak ada Shalat Jumat di Masjid Besar Kashmir. Foto ilustrasi Muslimah Kashmir.

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Masyarakat Muslim di Kashmir menghadapi tantangan dalam beribadah. Mereka kini tidak pernah lagi shalat Jumat di tempat ibadah umat Islam terbesar di Kashmir, Jama Masjid. Sudah 17 kali berturut-turut mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban shalat Jumat.

Syed Ahmad Syed Naqashbandi telah memimpin shalat di Masjid Jama sejak 1963. Dikenal sebagai Imam-e-Hai di wilayah itu, Naqashbandi mengatakan, blokade turut mempengaruhi keberadaan Muslim.

Baca Juga

Sejak 5 Agustus, imam berusia 80 tahun itu dipaksa shalat di sebuah masjid sejauh lima kilometer dari Masjid Jama. "Kebahagiaan shalat di Masjid Jama sulit dirasakan di tempat lain. Saya rindu berada di sana," kata dia, dilansir di Aljazirah, Selasa (10/12).

Ia mengatakan, kehadiran polisi dan pasukan paramiliter yang terus-menerus di sekitar masjid agung itu merupakan ancaman bagi rakyat. "Itu selalu, karena kehadiran mereka di sekitar masjid, masalah akan terjadi," kata Naqashbandi.

Setiap Jumat, biasanya Masjid Jama di Srinagar digunakan oleh ribuan Muslim dari seluruh lembah yang datang untuk beribadah. Pada 6 Desember menandai 17 Jumat berturut-turut di mana shalat tidak dapat dilakukan lagi di masjid tersebut.

Khalid Bashir Gura (26 tahun) yang tinggal di Nowhatta, lingkungan yang dekat dengan masjid, mengatakan pihak berwenang menganggap jamaah Kashmir sebagai ancaman. "Hak untuk mempraktikkan agama kami dijamin oleh konstitusi. Tapi itu dilanggar di Kashmir lagi dan lagi," kata Gura.

Sementara itu, anggota kunci komite yang mengelola masjid, Syed Rahman Shams mengatakan, hal itu bukan pertama kalinya kegiatan shalat dihentikan di Masjid Jama. "Pada 2016, masjid itu dikunci selama 16 hari Jumat berturut-turut. Rekor itu terpecahkan pada tahun ini," kata dia.

Permasalahan tersebut awalnya muncul saat Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status istimewa negara bagian Jammu dan Kashmir pada Agustus lalu.  Pencabutan ini membatalkan pasal 370 konstitusi India. Modi menyatakan, pencabutan status bertujuan menyatukan daerah tersebut dengan India.

India kemudian menurunkan status Jammu dan Kashmir menjadi dua wilayah Union Territory (UT), yaitu Jammu dan Kashmir, serta Ladakh. Status UT membuat kedua wilayah dipimpin pemerintah pusat langsung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement