REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membenarkan salah satu anggota Tim Gabungan untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bernama Marco Kusumawijaya mengundurkan diri. Pengunduran diri Marco di tengah polemik soal jumlah dan kewenangan TGUPP yang dinilai cukup besar.
Informasi pengunduran diri ini awalnya disebarkan oleh akun Twitter @digeeembok yang mengunggah tangkapan layar pesan pengunduran diri Marco. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Suharti membenarkan informasi pengunduran diri Marco tersebut.
"Sejak 1 Desember lalu beliau sudah mengundurkan diri," kata Suharti kepada wartawan, Rabu (11/12). Suharti sempat menanyakan alasan yang bersangkutan mengundurkan diri. "Saya tanya kenapa, ingin fokus menulis buku. Bukunya yang sudah tertahan lama, belum selesai juga," katanya menambahkan.
Marco Kusuwijaya merupakan bagian dari TGUPP bidang Pengelolaan Pesisir. Ia ditunjuk menjadi ketua tim sejak bidang tersebut dibentuk pada Juni 2018 lalu. Kini setelah Marco mengundurkan diri, diakui Suharti, belum ada pengganti yang bersangkutan. "Belum ada arahan untuk penggantinya," imbuhnya.
Nantinya, akan ada perubahan Surat Keputusan (SK) terkait penyesuaian tersebut. Pelaksanaan dan tugas TGUPP tergantung keputusan Gubernur Anies Baswedan ke depan. Walaupun Marco dipercaya sebagai Ketua Tim TGUPP di bidang pengelolaan pesisir, namun Marco dikenal sebagai ahli tata kota.
Ia memimpin anggota lain di TGUPP diantaranya, eks Dirjen Kelautan KKP Sudirman Saad; eks Direktur Eksekutif Walhi, Khalid Muhammad; eks ICLEI, Irvan Pulungan; pakar kelautan ITB, Muslim Muin.
Sebelumnya Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menekankan perlunya evalusi kinerja TGUPP dan evaluasi soal jumlah TGUPP. Bahkan terkait temuan salah seorang anggota TGUPP Ahmad Haryadi yang rangkap jabatan menjadi Dewan Pengawas (Dewas) di tujuh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta.
"Untuk itu terhadap Anggota TGUPP yang merangkap jabatan dan menerima penghasilan double dari sumber APBD DKI agar dikembalikan," kata Prasetio dalam laporan hasil pembahasan Banggar terhadap Raperda APBD DKI 2020, Rabu (11/12).
Dalam salah satu catatan DPRD DKI soal TGUPP, Prasetio bahkan menekankan kesepakatan forum Badan Anggaran (Banggar) memotong jumlah TGUPP dari 67 menjadi 50 orang. Kemudian evaluasi tupoksi TGUPP agar tidak menduplikasi kewenangan dan tugas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Walaupun kesepakatan Banggar jumlah TGUPP dipangkas menjadi 50 orang, namun Banggar tetap menyetujui jumlah anggaran gaji untuk TGUPP sebesar Rp 19,8 miliar. Rincian gaji TGUPP sesuai Keputusan Gubernur nomor 2359 tahun 2017 dijelaskan 10 tingkat gaji TGUPP, sebagai berikut:
Gaji paling tinggi diterima oleh seorang Ketua TGUPP sebesar Rp 51.570.000 juta per bulan, sementara gaji terendah adalah anggota TGUPP dengan grade 3-C sebesar Rp 8.010.000 per bulan. Sementara untuk jabatan Ketua Bidang yang diemban oleh empat orang di TGUPP, masing-masing mendapatkan gaji sebesar Rp 41.220.000 per bulan.
Kemudian untuk anggota TGUPP grade 1 berhak dapat gaji Rp 31.770.000 per bulan. Untuk anggota TGUPP grade 2 gaji yang diterima sebesar Rp 26.550.000 per bulan. Lalu untuk anggota TGUPP grade 2-A gaji yang diterima Rp 24.930.000 per bulan. Sedangkan untuk anggota TGUPP grade 2-B gaji yang diterima Rp 20.835.000 per bulan.
Sementara untuk anggota TGUPP grade 3 gaji yang diterima Rp 20.835.000 per bulan. Gaji anggota TGUPP grade 3-A sebesar Rp 13.500.000. Gaji anggota TGUPP grade 3-B sebesar Rp 9.810.000 per bulan. Terakhir anggota TGUPP grade 3-C sebesar Rp 8.010.000. Untuk mengemban jabatan tertentu di TGUPP, pemerintah telah menetapkan persyaratan dengan minimal seluruh pendidikannya adalah sarjana 1 (S-1) dengan masa pengalaman kerja bervariasi.