Kamis 12 Dec 2019 20:02 WIB

Festival Kampung Lampion Code, Misi Bangun Kekuatan Rakyat

Kegiatan ini merupakan kolaborasi mahasiswa UIN Sika dengan masyarakat Ledok Code

 Festival Kampung Lampion (FKL) Code di bantaran Kali Code, Yogyakarta.
Foto: Republika/Eric Iskandarsjah Z
Festival Kampung Lampion (FKL) Code di bantaran Kali Code, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga berkolaborasi dengan masyarakat Ledok Code RT 18/04, Kotabaru, menyiapkan alternatif wisata menjelang libur panjang Tahun Baru, yakni sebuah acara bertajuk Festival Kampung Lampion (FKL) Code. Acara ini akan digelar pada 28-31 Desember 2019 mendatang, dan akan dibuka sebagai destinasi wisata pada setiap malam hari libur (Jumat dan Sabtu malam).

Terselenggarakannya FKL ini bukan tanpa alasan. Sebagaimana yang kita perhatikan, pada setiap harinya Yogyakarta dipadati oleh kendaraan, terutama di kawasan wisata seperti Malioboro, Jalan Mataram, dan Jalan Jenderal Sudirman. Seperti diketahui, jumlah wisatawan di Yogyakarta tahun ini naik 5-10 persen dibandingkan tahun 2018. Sedangkan, pada tahun 2018 jumlah wisatawan Jogja menyampai 4,1 juta. 

Banyaknya wisatawan yang datang ke Yogyakarta akan mengakibatkan masalah yang serius terutama dalam hal kemacetan.  Belum lagi, gedung bertingkat yang tumbuh pada setiap tahunnya menyebabkan  Yogya kehilangan kesakralannya. Yogya yang dikenal dengan kota yang ramah dengan kekhasan karakter penduduk jawanya (andhap asor) lambat laun menghilang. 

Tumbuhnya gedung bertingkat yang menyesaki kota juga membuat jarak ketimpangan di masyarakat menjadi tinggi. Tingginya jarak ketimpangan itulah yang memicu munculnya masalah baru dalam diri masyarakat terutama masyarakat yang terpinggirkan. Keberadaan mereka seolah tidak dianggap oleh pemerintah. 

Merespons kompleksitas masalah tersebut, masyarakat Ledok Code berkolaborasi dengan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak tinggal diam. Mereka malah menunjukkan keseriusannya dalam memperbaiki kampung yang mereka huni. Meraka saling bahu-membahu, bergotong-royong salah satunya dengan membentuk FKL atau biasa dikenal Kampung Lampion. 

Selain untuk mencoba memecahkan masalah tersebut, salah satu tujuan adanya FKL adalah untuk menunjukkan eksistensi masyarakat bantaran kali.  “Kami cuma ingin dilihat. Meskipun kami hidup di pinggiran kali kami juga bisa berkreasi. Kampung Lampion ini untuk menunjukkan bahwa kami warga pinggir kali juga bisa berkarya. Semoga saja dengan keseriusan kami, pemerintah melihat, syukur-syukur memberikan bantuan untuk pembangunan biar kita mudah memperbaiki kampung," ujar Ketua Kampung Lampion, Miskam.

Dalam membangun kampung lampion tersebut masyarakat pun mandiri dan tidak bergantung pada pemerintah. Masyarakat mengumpulkan dana secara kolektif dari sponsor dan iuran warga. Harapan mereka sangatlah sederhana, mereka hanya ingin menunjukkan bahwa kampungnya layak huni atau bahkan layak visitasi. 

Dalam kampung lampion, warga menyulap kampung menjadi lebih hidup dan menyala pada malam hari. Ditambah lagi, adanya lorong sayur di sepanjang kampung, membuat suasana kealaman di kampung ini terasa. Selain itu, mereka juga merubah barang-barang bekas yang ada di sekitar mereka seperti kaleng cat, botol minum plastik bekas, dan sendok plastik menjadi barang lampion cantik yang menghiasi teras rumah dan sepanjang jalan kampung. Tembok rumah warga pun dipercantik dengan gambar mural. Serta pada beberapa sudut disiapkan ikon yang instagrammable, cocok untuk anak muda yang doyan berswafoto (selfie).

Semua kegiatan dapat dinikmati mulai tanggal 28-31 Desember. Selain itu juga ada beberapa agenda seperti diskusi tentang membangun kampung, Teater Kali Code (yang diperankan masyarakat), Musik Rembol, dan beberapa bintang tamu lainnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement