Senin 16 Dec 2019 05:05 WIB

The Great Daddies Vs ‘Raja Super Series’ Minions

Hendra/Ahsan mampu menenangi tiga turnamen besar tahun ini.

Pasangan Mohammad Ahsan (kiri) dan Hendra Setiawan berpose bersama trofi usai memenangkan laga final nomor ganda putra pada turnamen World Tour Finals di Guangzhou, China, Ahad (15/12)
Foto: Andy Wong/AP Photo
Pasangan Mohammad Ahsan (kiri) dan Hendra Setiawan berpose bersama trofi usai memenangkan laga final nomor ganda putra pada turnamen World Tour Finals di Guangzhou, China, Ahad (15/12)

REPUBLIKA.CO.ID, Pasangan senior Indonesia, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan memenangi turnamen kelas Super Series Final ketiga kalinya. Mereka menjuarai World Tour Finals 2019 dengan mengalahkan pasangan Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe di babak final dengan 24-22 dan 21-19, Ahad (15/12).

Kemenangan ini seolah ‘mementahkan’ kebuntuan yang dialami pasangan Indonesia lainnya, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo terhadap pasangan Jepang berperingkat enam dunia ini. Dalam lima kali pertemuan sepanjang tahun ini, pasangan yang kerap disebut ‘Minions’ ini tidak pernah sekalipun bisa memenangkan pertandingan.

Sebaliknya, Hendra/Ahsan menunjukkan ‘kelasnya’ saat melawan Endo/Yuta. Dengan kemenangan di babak final ini, rekor pertemuan mereka semakin lebar dengan 6-1. Dalam lima kali pertemuan di tahun ini, justru Hendra/Ahsan tidak pernah dikalahkan pasangan beda usia tersebut.

Tipe permainan dua pasangan ini memang hampir memiliki pola permainan yang sama. Hendra/Ahsan mampu memanfaatkan kematangan dan pengalamannya melawan Endo/Yuta. Mereka tidak terburu-buru untuk mematikan bola. Melalui placing-placing memukau dari Hendra, kemudian dimanfaatkan menjadi serangan balik oleh Ahsan.

Kombinasi ini sangat merepotkan barisan pertahanan Endo/Yuta yang memiliki pola bermain yang defensif. Dengan pola bermain Hendra/Ahsan yang sabar, justru memaksa Endo/Yuta untuk menyerang lebih dulu dan ini bukanlah keuntungan buat mereka.

Sesungguhnya pasangan Endo/Yuta ini tidak ada yang benar-benar menjadi pemain ‘penggebuk’. Endo merupakan seorang playmaker yang sebelumnya berpasangan dengan Kenichi Hayakawa yang memutuskan gantung raket usai Olimpiade 2016 lalu.

Sedangkan Yuta lebih dulu dikenal sebagai pemain spesialis ganda campuran bersama Arisa Higashino. Pola pasangan ini, dikenal dengan placing-placing yang membuat lawan jatuh bangun. Yuta juga dikenal memiliki kontrol bola yang mengagumkan untuk pemain yang usianya baru 22 tahun ini.

Endo baru dipasangkan dengan Yuta sejak awal 2018. Pasangan ini menonjolkan permainan defensif dengan rally-rally panjang. Usia Endo yang sudah tidak muda lagi, yaitu 32 tahun, tentu memberikan pengalaman tersendiri untuk Yuta.

Sejak 2018, Endo/Yuta sudah menjuarai dua turnamen yaitu Korea Terbuka 2018 Super 500 dan Jerman Terbuka 2019 Super 300. Mereka juga telah lima kali menjadi finalis, termasuk di BWF World Tour Finals 2019 ini. Dua final terakhir, Endo/Yuta dikalahkan Hendra/Ahsan. Peran Hendra dalam meredam pola permainan Endo/Yuta sangat besar dalam pertandingan-pertandingan tersebut.

photo
Pasangan Mohammad Ahsan - Hendra Setiawan dan pasangan Jepang Hiroyuki Endo - Yuta Watanabe berpose bersama trofi sai memenangkan laga final nomor ganda putra pada turnamen World Tour Finals di Guangzhou, China, Ahad (15/12)

Bagi Endo, Hendra/Ahsan memang seperti ‘mimpi buruk’. Saat Endo masih berpasangan dengan Kenichi Hayakawa pun, Hendra/Ahsan memang bukan pasangan yang ‘disukai’. Rekor pertemuan mereka sangat jauh yaitu 9-1 dengan satu kemenangan Endo/Hayakawa dilakukan di Olimpiade 2016. Sebuah ‘akhir’ yang manis untuk Hayakawa sebelum gantung raket karena mampu memecahkan sembilan kali kekalahannya terhadap pasangan yang kerap disapa ‘Daddies’ oleh para pecinta bulu tangkis ini.

Akan tetapi, saat melawan Minions yang mengandalkan kecepatan dan serangan-serangan, tentu menjadi sangat disukai Endo/Yuta. Mereka bisa ‘mempermainkan’ Minions dengan rapatnya pertahanan mereka hingga menguras tenaga Marcus sebagai penggebuk yang kemudian lengah saat bertahan.

Tak heran, jika Endo/Yuta menargetkan Marcus sebagai kunci kelemahan Minions. Strategi ini berkali-kali dilakukan saat Endo/Yuta berhadapan dengan Minions, termasuk di babak penyisihan grup dan semifinal BWF World Tour Finals 2019 ini. Marcus terlihat frustasi tak mampu menembus pertahanan Endo/Yuta yang kemudian malah melakukan banyak kesalahan sendiri.

photo
Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon tersandung pada laga kedua penyisihan Grup A BWF World Tour Finals 2019 setelah dikalahkan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe, 11-21, 21-14, dan 11-21.

Hasilnya memang sangat menakjubkan. Endo/Yuta merupakan satu-satunya pasangan yang mampu mengalahkan Minions sebanyak lima kali secara beruntun di saat Minions sedang berada di puncak prestasinya sebagai pasangan peringkat 1 dunia. Karena ganda putra dunia lainnya, masih kesusahan untuk menembus pertahanan Minions, termasuk Hendra/Ahsan.

Sejak Hendra dan Ahsan kembali berpasangan pada 2018, setelah dua tahun sempat ‘bercerai’, mereka tidak pernah memenangkan sembilan kali pertemuan melawan Minions. Rekor pertemuan pun, Minions jauh mengungguli dengan 10-2.

Dengan dominasi tersebut, tak ada salahnya bagi Minions untuk belajar dari Daddies untuk mengalahkan Endo/Yuta. Bagaimana kesabaran dan kerja sama di lapangan menjadi kunci untuk memenangkan pertandingan.

(Baca selanjutnya: Kematangan Mental Hendra/Ahsan yang Patut Dicontoh Minions)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement