REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR— Perdana Menteri Malaysia Tun Dr Mahathir bin Mohamad membantah laporan Pakistan Today yang menuduh Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kuala Lumpur atau KL Summit untuk menggantikan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Bantahan Mahathir tersebut disampaikan melalui siaran pers Kementrian Luar Negeri Malaysia, Selasa (17/12).
Mahathir telah menerima telepon dari Imran Khan, Perdana Menteri Pakistan, Senin (16/12). Perdana Menteri Imran Khan menyatakan penyesalannya karena tidak dapat menghadiri KTT Kuala Lumpur yang dijadwalkan dari 18 hingga 21 Desember 2019.
Mahathir menghargai seruan Perdana Menteri Imran Khan untuk menginformasikan ketidakmampuannya untuk menghadiri pertemuan puncak di mana pemimpin Pakistan diharapkan untuk berbicara dan berbagi pemikirannya tentang keadaan urusan dunia Islam.
Mahathir juga ingin memperbaiki beberapa informasi yang salah seperti yang dilaporkan di Pakistan Today yang menuduh Mahathir mengatakan bahwa KTT KL dimaksudkan untuk menjadi platform untuk menggantikan Organisasi Kerjasama Islam.
KTT KL yang memasuki edisi ke-5 adalah inisiatif Organisasi Non-Pemerintah, yang didukung Pemerintah Malaysia dan tidak dimaksudkan untuk menciptakan blok baru sebagaimana disinggung beberapa kritikusnya.
KTT ini bukan platform untuk membahas tentang agama atau urusan agama, melainkan secara khusus untuk membahas keadaan urusan umat Islam.
Hari ini umat dihadapkan dengan penindasan, penahanan jutaan, ditempatkan di kamp-kamp penahanan, perang sipil yang mengakibatkan kehancuran total kota-kota dan negara-negara yang menyebabkan migrasi massal Muslim yang dipindahkan ke negara-negara non-Muslim, kebangkitan Islamofobia, dan praktik irasional yang menentang ajaran Islam namun dipropagandakan atas nama Islam.
Kekhawatiran inilah yang menyebabkan pembentukan KTT dan edisi tahun ini berupaya melampaui debat intelektual dan diskusi dan alih-alih mengejar langkah-langkah, pilar atau tujuan tertentu yang dianggap dapat dicapai dan diimplementasikan.
KTT ini juga sangat menyadari bahwa untuk mengejar pilar-pilar dan tujuan-tujuan ini dengan pengelompokan yang terlalu besar akan membuatnya sulit dan mungkin gagal bahkan sebelum dimulai.
KTT berupaya untuk memicu pendekatan baru dalam kolaborasi umat dan jika ia mampu mencapai sesuatu maka itu akan dapat disajikan kepada kelompok Islam yang lebih besar dan negara-negara Muslim yang lebih besar untuk mengevaluasi apakah inisiatif ini harus dilakukan pada skala yang lebih besar.
Untuk KTT ini hanya beberapa pemimpin nasional yang diminta untuk berpartisipasi, tetapi Malaysia ingin menegaskan kembali bahwa 56 negara di dunia Islam diundang dan 56 diwakili di berbagai tingkatan.
Sebagai negara kecil Malaysia sepenuhnya menyadari keterbatasan dan kemampuannya. Malaysia hanya berusaha untuk menyumbangkan sedikit yang mereka bisa untuk perbaikan umat.