REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak akhir pekan lalu, PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) membuka Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) hanya untuk kendaraan golongan satu nonbus dan nontruk. Kebijakan tersebut protes karena bus tidak boleh melintas di tol layang tersebut.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemehub) Budi Setiyadi mengatakan aturan kendaraan bus tidak boleh melintas di Tol Layang Japek hanya sementara. "Sementara demikian. Untuk selanjutnya tergantung Kementerian PUPR dan Jasa Marga," kata Budi di Gedung Kemenhub, Kamis (19/12).
Organiasasi Angkutan Darat (Organda) mempertanyakan keputusan tersebut. Ketua Bidang Angkutan Penumpang Organda Kurnia Lesani Adnan mengatakan seharusnya tol layang tersebut dapat diprioritaskan untuk angkutan umum.
Kurnia memohon seharusnya angkutan umum dapat melintas di Tol Layang Japek. "Mohon ada kesempatan bagi kami bisa menggunakan Tol Layang Japek untk kebutuha bus antarkota antarprovinsi (AKA)," jelas Kurnia.
Jika bus dapat melintas Tol Layang Japek, menurut Kurnia dapat mendukung pergeseran penumpang kendaraan pribadi ke transportasi umum. "Pemerintah tolong menggiring masyarakat gemar ke angkutan umum. Masih ada waktu, kebijakanbisa disesuaikan," jelas Kurnia.
Terlebih, Kurnia menilai kendaraan bus jauh berbeda dengan truk yang berpotensi kelebihan muatan dan dimensi sehingga dilarang melintas di Tol Layang Japek. Kurnia menegaskan harus ada ukuran yang setara antara berat bus dan jumlah berat yang dizinkan.
Sementara itu, Operation and Maintenance Management Group Head Jasa Marga Fitri Wiyanti menilai hingga saat ini masih ditemukan bus yang kelebihan muatan dan dimensi. Hal terebut menjadi alasan mengapa bus belum dipebolehkan melintas di Tol Layang Japek.
"Akibat kelebuhan muatan dan dimensi itu, bisa patah as roda mobil, ban pecah. Kalau terjadi di atas (Tol Layang Japek) tidak ada pintu ke luar, bahu jalan belum lebar," ungkap Fitri.
Fitri memastikan pembatasan bus yang belum boleh melintas di Tol Layang Japek sambil menunggu perkembangan pengguna tol tersebut. Sebab saat ini badan usaha jalan tol (BUJT) sudah berkomitmen memasang jembatan timbang portabel atau weight in motion (WIM) di jaan tol.
"Kalau sudah clear tidak ada kendaraan yang kelebihan muatan dan dimensi, bisa kita bicarakan," ujar Fitri.
Saat in, Jasa Marga juga masihg dalam proses memasang jembatan timbang portabel. Direktur Operasional Jasa Marga Subakti Syukur mengatakan jembatan timbang portabel tersebut akan dipasang di semua ruas (pintu masuk jalan tol).
"Tapi akhir tahun ini ada di delapan titik," kata Subakti di Jakarta, Selasa (12/11).
Subakti menjelaskan setelah target tersebut tercapai, pada awal 2020 akan ada penambahan pemasangan jembatan timbang portabel. Dia memastikan pada awal 2020, jembatan timbang di jalan tol yang dikelola Jasa Marga sebanyak 11 unit.
Dia mengatakan paling tidak di setiap kota besar yang sering dilintasi truk sudah terpasang alat tersebut. "Terutama di Jabodetabek dan Tol Trans Jawa yang sudah terpasang yaitu di Semarang dan Surabaya," ungkap Subakti.