Kamis 19 Dec 2019 16:14 WIB

Akhir Tahun, Habiskan Waktu dengan Dzikir Nasional

Zikir merupakan kegiatan yang positif dan membawa manfaat.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Akhir Tahun, Habiskan Waktu dengan Dzikir Nasional. Jamaah menangis saat mengikuti Dzikir Nasional di Masjid At-tin, Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Akhir Tahun, Habiskan Waktu dengan Dzikir Nasional. Jamaah menangis saat mengikuti Dzikir Nasional di Masjid At-tin, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang akhir tahun, Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'thi mengimbau seluruh umat Muslim menghabiskan hari dengan berzikir. Zikir merupakan kegiatan yang positif dan membawa manfaat.

"Berzikir merupakan ibadah yang diajarkan oleh Islam agar manusia dekat dengan Allah dan mendapatkan ketenangan hidup," ujar Abdul Mu'thi kepada Republika.co.id, Kamis (19/12).

Baca Juga

Zikir merupakan kegiatan ibadah yang bisa dilakukan kapan saja. Meski tidak ada tuntutan dan perintah melakukan zikir di akhir tahun, namun zikir nasional tidak masalah secara syariah.

Abdul Mu'thi menegaskan jika pergantian tahun sesungguhnya merupakan peristiwa yang biasa saja. Tidak ada hal yang istimewa dari bergantinya tahun masehi ini.

Akan tetapi, masyarakat selama ini menjadikan pergantian tahun sebagai momentum melakukan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Tahun baru dianggap membawa harapan dan semangat baru.

"Sayangnya, sebagian masyarakat justru menjadikan momen pergantian tahun dengan hura-hura dan berbagai kegiatan yang sia-sia. Kesenangan yang terkadang justru menimbulkan mafsadat (kerusakan)," ujarnya.

Di penghujung akhir tahun kali ini, Republika.co.id pun mengajak setiap masyarakat khususnya umat Muslim untuk bergabung dengan zikir nasional. Kali ini, Dzikir Nasional mengangkat tema Membangun Generasi Indonesia yang Unggul.

Menanggapi tema yang diangkat, Abdul Mu'thi menyebut kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah umat dan bangsa yang sangat serius. Daya saing bangsa dinilai terus menurun dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya.

Rendahnya kualitas bangsa disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, lemahnya etos keilmuan dimana budaya ilmiah bangsa Indonesia sangat rendah. Tradisi ilmu seperti membaca, menulis, berpikir kritis, dan meneliti  begitu memprihatinkan.

Faktor kedua yakni berkembangnya budaya pop di hampir semua sektor kehidupan. Di kalangan masyarakat, terlihat jelas perilaku leisure (santai) dan lazy (malas) yang kian teramati.

"Ketiga, kurangnya ruang aktualisasi dan apresiasi bagi generasi muda untuk berprestasi. Dukungan Pemerintah tidak cukup signifikan dan lebih banyak slogan," ujarnya.

Untuk menghadapi dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia, ia menyebut ada banyak hal yang perlu dilakukan. Di antaranya, diperlukan afirmasi kebijakan, budaya ilmiah, dan gaya hidup yang produktif. // Zahrotul Oktaviani

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement