Kamis 19 Dec 2019 17:23 WIB

Gugatan Atas Izin Lingkungan Rumah Deret Tamansari Ditolak

LBH Bandung akan mengajukan banding setelah gugatan warga Tamansari ditolak PTUN.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Nur Aini
Warga Tamansari korban penggusuran bersama aktivis yang tergabung dalam Tamansari Melawan memegang poster saat menyaksikan jalannya persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Badung, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (19/12).
Foto: Abdan Syakura
Warga Tamansari korban penggusuran bersama aktivis yang tergabung dalam Tamansari Melawan memegang poster saat menyaksikan jalannya persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Badung, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung menolak gugatan sebagian warga Tamansari RW 11 tentang izin lingkungan pembangunan rumah deret, Kamis (19/12). Putusan tersebut terungkap saat hakim ketua yang memimpin sidang, Yarwan membacakan hasil gugatan pada sidang lanjutan di PTUN Bandung.

"Menyatakan pokok sengketa, menolak gugatan penggugat seluruhnya," ujar Hakim Ketua Yarwan didampingi hakim anggota Danan dan Novy saat membacakan putusan gugatan dihadapan penggugat dan tergugat, Kamis (19/12).

Baca Juga

Saat pembacaan putusan, hakim anggota, Novy Dewi Cahyati Hakim mengatakan penerbitan izin lingkungan untuk rumah deret bisa menggunakan tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah atau sewa menyewa. Tergugat dalam hal ini, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan dan Pertamanan telah sesuai perundang-undangan.

Tidak hanya itu, ia mengungkapkan majelis hakim menilai tergugat tidak melanggar asas kepastian hukum dan asas kecermatan. Sebelum menerbitkan izin lingkungan, tergugat menurutnya telah menerbitkan Amdal, Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), dan Rencana Pengelola Lingkungan (RKL) serta melakukan sosialisasi dan rembug bersama warga.

"Majelis hakim menilai tergugat tidak melanggar asas kecermatan, asas menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan dan pelayanan," ungkapnya. Menurutnya, tergugat telah berkoordinasi dengan RW 11 sesuai standar pelayanan yang ada. 

Ia pun mengungkapkan, tindakan warga yang tidak setuju pembangunan rumah deret dan mendiami tanah di RW 11 menyebabkan penghentian kegiatan pembangunan rumah deret untuk kepentinyan umum. Selain itu akan merugikan banyak pihak karena penataan tertunda dan terhambat.

"Akibat tindakan warga tidak setuju dan masih mendiami tanah justru menyebabkan pencemaran lingkungan. Seluruh warga terdampak yang setuju menunggu agar segera dibangun rumah deret," katanya. Berdasarkan prosedural dan material, gugatan para penggugat menurutnya ditolak seluruhnya. 

Kepala Departemen Tanah dan Lingkungan LBH Bandung, Gugun mengaku akan melakukan banding pasca-putusan gugatan sebagian warga RW 11 yang ditolak majelis hakim. Menurutnya, majelis hakim dianggap tidak konsisten terkait salah satu syarat izin lingkungan dikeluarkan yaitu adanya sertifikat kepemilikan lahan.

"Ya sebetulnya kalau kita konsisten dengan apa yang disampaikan majelis hakim terkait salah satu prasyarat izin baru apalagi pemrakarsa pemerintah. Maka salah satu prasayarat yuridis harus ada sertifikat hak milik faktanya disampaikan majelis hakim bahwa tidak ada sertifikat hak milik yang diajukan DPKP3 yang ada hanya surat itu aset daerah," katanya.

Menurutnya, aset daerah harus terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan teregistrasi sehingga baru tercatat sebagai aset daerah. Selain itu, sosialisasi yang diklaim melibatkan masyarakat faktanya katanya beberapa orang yang diundang melakukan penolakan karena hanya memberitahukan dampak positif saja.

"Selama ini warga bertahan mereka meyakini apa yang dimiliki yaitu persil sama posisinya dengan yang dimiliki pemkot hanya bukti surat. Majelis hakim mengatakan itu hanya surat keterangan yang dimiliki dan bukti segel," katanya.

Ia mengatakan bukti segel yang dimiliki Pemkot Bandung tidak mengubah statusnya menjadi hak kepemilikan. Sebab, berdasarkan Undang-Undang Agraria disebutkan hak itu yaitu hak milik, guna usaha, dan bangunan. 

"Darimana majelis hakim ini, dia hanya mempertimbangkan bahwa ini bisa dipersamakan atau ada hubungannya di persyaratan yuridisnya terkait kewajiban pemrakarsa harusnya menyampaikan sertifikat hak milik tapi yang hanya disampaikan bukti aset saja," ungkapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement