REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) menyerang Amerika Serikat (AS) karena mempermasalahkan catatan hak asasi manusia, Sabtu (21/12). Korut menyebut dengan mengeluarkan pernyataan yang jahat, AS hanya akan memperburuk ketegangan di Semenanjung Korea.
Laporan kantor berita Korut KCNA, juru bicara Kementerian Luar Negeri memperingatkan jika AS berani mempermasalahkan sistem pemerintahan Korut dengan mengutip masalah hak asasi manusia, maka Washington akan membayar mahal. Ini menjadi pernyataan pertama sejak utusan khusus AS untuk Korea Utara Stephen Biegun secara terbuka mendesak Pyongyang untuk kembali ke pembicaraan.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk pelanggaran hak asasi manusia yang sudah berjalan lama dan terus-menerus di Korut. Pernyataan ini merupakan dorongan dari puluhan negara termasuk Washington.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan masih berharap AS dapat memulai kembali diplomasi dengan Korut pada Jumat (20/12). Pembicaraan damai ini dapat berjalan hingga tenggat akhir tahun yang diumumkan Korut untuk konsesi baru AS dalam pembicaraan mengenai persenjataan nuklirnya.
Korut telah berulang kali menyerukan agar AS membatalkan kebijakan bermusuhan sebelum perundingan lebih lanjut. Namun, ketegangan meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Hal ini dipicu Pyongyang telah melakukan serangkaian uji coba senjata dan mengobarkan perang pernyataan dengan Presiden AS Donald Trump.
Beberapa ahli mengatakan negara tertutup itu mungkin sedang mempersiapkan uji coba rudal balistik antarbenua. Cara ini dapat mengembalikannya ke jalur konfrontasi dengan AS.