REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai 2019 merupakan tahun terburuk bagi pemberantasan korupsi. Bahkan, ICW mengatakan 2019 merupakan tahun kehancuran bagi KPK yang disponsori langsung oleh Presiden Joko Widodo dan anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang.
"Ini polemik luar biasa. Ada dua catatan kita," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhani di Kantor ICW, Ahad (29/12).
Kurnia pun menuturkan, catatan pertama, yakni keputusan Istana dan DPR meloloskan lima figur pimpinan KPK yang menurut masyarakat sipil antikorupsi merupakan pimpinan terburuk sepanjang sejarah KPK. Menurut Kurnia, hal itu lantaran lima pimpinan KPK Jilid V dihasilkan dari proses seleksi yang banyak menuai persoalan.
"Kalau saya boleh highlight, saat dibentuk Pansel, banyak tudingan ke Pansel yang kami nilai rentan dengan potensi konflik kepentingan. Kanj masih ingat tiga orang diantaranya diduga memiliki kedekatan dengan instansi Kepolisian," tutur Kurnia.
Selain itu, Pansel dinilai terkesan memberikan karpet merah kepada penegak hukum untuk menjadi pimpinan KPK. Bahkan, proses seleksi pun seperti tidak ada nilai integritas.
"Karena figur yang lolos jadi pimpinan KPK pernah memiliki catatan masalah. Misalnya, ada figur terduga pelanggar etik yang itu dia sekarang duduk jadi Ketua KPK. Apalagi sekarang dia terkena isu rangkap jabatan dan ini menunjukkan yang bersangkutan tidak pantas menjadi pimpinan KPK ," ujarnya.
Selain itu, ICW menilai Presiden sedang memainkan isu meletakkan orang-orang baik di dalam sistem yang salah.
"Jadi, kalau argumen dari istana mengatakan kita menghadirkan sosok lima orang baik sehingga perppu tidak lagi relevan. Meski ada sosok Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris yang memang secara figur orang baik (dalam Dewan Pengawas KPK), tapi mereka diletakkan dalan lingkaran yang salah," ujar Kurnia.
Sehingga, siapapun yang diletakkan dalam Dewas KPK tidak mengubah sedikitpun penilaian bahwa presiden tidak paham memperkuat KPK. Oleh karenanya, saat ini, kata Kurnia, pihaknya juga sedang mengajukan uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi.
"Dalam konteksi formilnya saja bermasalah, tidak masuk dalam prolegnas prioritas, tidak kuorum, dan lain-lain. Dari sisi materilnya apalagi KPK sendiri mencatat 26 poin krusial di UU KPK revisi mengganggu KPK di masa mendatang," ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini keberadaan Perpres juga semakin menegaskan KPK berada di rumpun eksekutif. ICW menilai kebijakan seperti itu bertentangan dengan UNCAC yang menegaskan bahwa lembaga antikorupsi harus independen.
"Justru itu dilanggar Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Perpres tersebut," ucapnya.