Ahad 05 Jan 2020 09:58 WIB

Kepala Wasit UEFA Nilai VAR Telah Digunakan Berlebihan

Kepala Wasit UEFA meinginkan VAR hanya sebagai alat intervensi untuk membantu wasit.

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Wasit mengecek video assistant referee (VAR) dalam sebuah laga.
Foto: EPA/Friedemann Vogel
[ilustrasi] Wasit mengecek video assistant referee (VAR) dalam sebuah laga.

REPUBLIKA.CO.ID, NYON -- Kebingungan terhadap penggunaan video assistance referee (VAR) kian meningkat. Apalagi, VAR saat ini diterapkan pada lima liga top Eropa, termasuk Liga Champions.

Kepala Wasit UEFA Roberto Rosetti mengakui, bahwa penggunaan VAR sudah berlebihan. Menurutnya, keberadaan VAR memang sangat diperlukan, sebagai jaminan keadilan. Tetapi, VAR jangan sampai mengubah semangat dan cairnya pertandingan.

Baca Juga

"Kami ingin VAR hanya mengintervensi saat menunjukkan gambar kesalahan yang jelas, bukan untuk menjadi wasit dalam pertandingan," ucap Rosetti, dikutip dari Football Italia, Ahad (5/1).

Di Liga Inggris, ada tuntutan untuk mengubah aturan offside, khususnya terkait dengan jarak yang sangat tipis. Namun Rosetti menjelaskan, bagian badan, di luar tangan, yang lebih dekat dengan garis gawang tetap offside. Oleh karena itu, dalam teorinya, setipis apa pun jaraknya, maka itu adalah offside.

Tetapi VAR, lanjut dia, dalam beberapa situasi offside, kesulitan untuk menentukan keputusan saat jaraknya sangat tipis. Sehingga jika ingin melihat ulasan offside, akan membutuhkan beberapa menit untuk mengambil keputusan.

"Itu jelas sangat sulit mengevaluasi apakah offside atau tidak. Hal terbaik adalah membiarkan keputusan diambil di lapangan," kata Rosetti.

Sebab, protokol IFAB menyatakan, VAR hanya mengubah keputusan yang jelas-jelas salah. Jika keputusan diambil lebih dari tiga menit dengan 10 sampai 15 ulasan dan menggunakan empat sampai lima sudut kamera berbeda, maka itu bukan kesalahan yang jelas dan mengarah kepada interpretasi yang subjektif.

Rosetti juga bicara soal interpretasi aturan handball dan panduan untuk situasi ini. Tujuannya tidak lain adalah menemukan konsistensi dan keseragam keputusan, dengan memasukkan pergerakan pemain dalam aturan tersebut. Misalnya, kata dia, meletakkan tangan di belakang badan saat bertahan bukan gerakan natural. Jadi, jika tangan bergerak secara natural, maka itu tidak perlu dianggap sebagai handball.

"IFAB berusaha mengklarifikasi beberapa parameter terkait apa yang bisa dihukum. Satu-satunya perubahan yang kami lakukan adalah membuat hukuman meskipun tidak sengaja, saat mencetak gol atau menciptakan peluang mencetak gol," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement