REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kehadiran makam-makam Islam di Jawa dan Asia Tenggara berhubungan erat dengan perkembangan serta sosialisasi Islam di kawasan tersebut. Dari penemuan makam-makam Islam ini setidaknya diketahui bahwa Muslim dari India, Arab, dan Persia telah mengadakan kontak dengan komunitas Jawa dan Nusantara pada abad ke 7-8 Masehi.
Dalam buku Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, karya Hasan Muarif Ambary dijelaskan, tanda kedatangan Islam di Jawa tampak jelas dari adanya makam-makam yang berada di wilayah Leran, Gresik, atau sebelah barat Surabaya. Salah satu nisan makam dalam kompleks tersebut bertuliskan tahun 475 Hijriyah atau sekitar 1082 Masehi.
Makam tersebut atas nama Fatimah binti Maemun bin Hibatallah. Makam serupa juga ditemui di Padurangga (Phanrang), Vietnam. Kesamaan kedua makan di wilayah yang berbeda ini yakni dihiasi dengan pahatan kata dengan huruf Arab bergaya kufi.
Adapun inkripsi nisan di Phanrang berbunyi: “Ahmad, anak Abu Ibrahim, anak Abu ‘Arradah, yang Rahdar, nama samaran Abu Kamil, yang meninggal dunia pada malam Kamis 29 Safar empat ratus tigapuluh satu (1039 Masehi). Selain itu, terdapat juga inkripsi di makam yang ada di wilayah itu berisi ungkapan-ungkapan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembayaran bea cukai, hutang, dan hal-hal yang menyangkut perniagaan lainnya.
Kembali kepada makam Fatimah yang ditemukan di Gresik, di dalam nisannya terdapat petikan Surah ar-Rahman ayat ke-55. Petikan ayat tersebut disinyalir mengandung unsur sufistik yang sama halnya dengan petikan ayat yang terdapat pada nisan Malik al-Saleh yang ada di Aceh pada 1326 Masehi.
Adapun petikan ayat-ayat tersebut diduga memiliki kolerasi kuat dengan aliran pembawa agama Islam awal di Indonesia. Masih di wilayah yang sama, yakni Gresik, pada empat abad sesudahnya ditemukan pula bukti inkripsi beraksara kufi. Yakni ditemukan pada nisan yang dibuat dari batuan marmer yang diduga berasal dari Gujarat.
Nisan itu berangka tahun 822 Hijriyah atau sekitar 1419 Masehi. Dalam buku ini, Hasan Muarif Ambary menyimpulkan bahwa terdapat dugaan dari sejumlah ilmuan dan sejarawan Islam bahwa tokoh bernama Maulana Malik Ibrahim bukanlah pribumi Jawa atau Nusantara. Beliau diduga merupakan seorang guru agama dari luar Nusantara, yakni dari Gujarat atau bahkan dari dunia Arab lainnya.
Meski begitu, gaya hias serta aksara pada sejumlah prasasti atau pun inkripsi yang ada di makam-makam tersebut sangat dipengaruhi gaya Persia (Iran). Artinya, hal ini dalam diskursus sejarah membuka peluang munculnya berbagai spekulasi mengenai daerah asal kedatangan Islam di Jawa atau pun Nusantara.
Di bagian Jawa lainnya, yakni Troloyo dekat Trowulan bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit, terdapat pula kompleks makam di Desa Sentonorejo. Areal pemakaman tersebut dikenal sangat luas dengan karakteristik berpagar, dan setiap kelompok makan juga ikut serta dipagari.
Pada bagian barat laut terdapat kelompok makam raja Majapahit yang telah memeluk agama Islam. Di mana makam tersebut ditandai dengan ukiran lambang surya atau simbol khas kerajaan Majapahit. Makam tersebut juga disertai dengan angka tahun yang sebagian besarnya berasal dari abad ke-15 Masehi.
Di bagian lainnya dari areal pemakaman ini juga terdapat pula sekelompok makam yang dipercaya oleh penduduk setempat sebagai makam para sunan atau Wali Songo, penyebar agama Islam di Pulau Jawa.