REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Mimi Kartika
Penyidik senior KPK Novel Baswedan, pada Senin (6/1) malam sekitar pukul 19.50 WIB selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi korban terkait kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Kuasa Hukum Novel, Saor Siagian mengatakan, dalam pemeriksaan lanjutan ini, kliennya dicecar sebanyak 36 pertanyaan.
"Tadi rekan Novel telah diperiksa penyidik Polda Metro, pertanyaan yang diajukan sesungguhnya lanjutan pemeriksaan beliau di Singapura waktu di Kedutaan Besar (Republik Indonesia) di Singapura ini ada sekitar 19 pertanyaan, dan hari ini dilanjutkan 36 pertanyaan," kata Saor di Mapolda Metro Jaya, Senin (6/1) malam.
Dalam kesempatan yang sama, Novel menuturkan, saat diperiksa ia sempat memberi masukan kepada para penyidik mengenai penerapan pasal yang diberikan kepada dua terduga pelaku penyiraman air keras. Menurut Novel, penerapan pasal itu tidak tepat.
Sebab, ia diserang oleh dua orang, tetapi hanya ada satu orang yang berperan menyiramkan air keras terhadap dirinya. Sedangkan pasal yang diterapkan bagi dua pelaku itu adalah Pasal 170 KUHP.
"Saya khawatir pasal tersebut enggak tepat. Saya katakan bahwa sebaiknya hal itu betul-betul diperhatikan, sebab kalau tidak tepat pasal kan bisa menjadi masalah dalam proses selanjutnya," ungkap Novel.
Selain itu, sambung dia, penyerangan yang ia alami lebih mengarah kepada penganiayaan berat, berencana, yang mengakibatkan luka berat. "Jadi ini level penganiayaan tertinggi walaupun ada peluang bahwa penyerangan kepada saya ini upaya percobaan pembunuhan berencana, tentu dua hal itu bisa jadi masukan oleh penyidik untuk bisa melakukan pendalaman lebih lanjut," papar dia.
Di sisi lain, terkait dengan dua pelaku, yakni RB dan RM, Novel mengaku tidak mengenali keduanya. Ia menyebut, dirinya tidak pernah bertemu atau pun melakukan komunikasi dengan kedua pelaku. Hal itu pun telah ia sampaikan kepada penyidik selama pemeriksaan.
Oleh karena itu, ia mengatakan, dirinya tidak dapat berbicara lebih jauh mengenai dua pelaku itu. Novel menyampaikan, dirinya pun menghormati proses penyidikan yang masih berlangsung terhadap RB dan RM.
"Saya berharap penyidikannya jangan sampai hanya menutup atau tidak membuka fakta bahwa penyerangan ini adalah serangan yang sistematis dan terogranisir, ini juga telah dilakukan investigasi Komnas HAM sebelumnya tentunya hal itu sebetulnya bisa kita lihat bahwa dengan istilah sistematis dan terorganisir berarti pelakunya bukan cuma dua. Tentunya ada orang orang lain," ujarnya.
"Saya tidak tahu apakah penyidik Polri bisa mengaitkan orang yang ditetapkan tersangka ini dengan orang yang mengamati saya sebelumnya," sambung dia.
Menurut Novel, serangan yang ia alami tidak terkait dengan urusan personal. Melainkan ada kaitan dengan tugasnya dalam memberantas korupsi.
"Saya tidak kenal, tidak pernah bertemu, tidak terkait apa pun dengan orang yang disebut sekarang ini sebagai tersangka (RB dan RM). Tentunya tidak masuk akal apabila (alasan penyerangan) itu adalah urusan personal," jelas Novel.
Novel pun berharap pengungkapan kasus ini dapat dilakukan oleh tim yang independen. Sehingga, dapat mengungkap siapa pelaku lapangan yang ada di kasus itu dengan alat bukti serta fakta-fakta yang ada.
Ia khawatir, jika pelaku lapangan dipaksakan untuk dengan motif penyerangan, maka prosesnya tidak akan baik dan tidak objektif. Meski, menurut dia, motif diperlukan untuk mengungkap kasus di level yang lebih tinggi.
"Tadi saya katakan bahwa ada satu perbuatan yang sistematis dan terorganisir, maka proses itu akan bisa dimulai ketika pelaku lapangan yang sebenarnya bisa diungkap dengan alat bukti yang apa adanya. Apabila itu dilakukan, maka proses itu akan bisa berkelanjutan dan sampai pada level yang semestinya bisa dipertanggungjawabkan," imbuhnya.
Novel menduga, penyerangan terhadap dirinya memiliki kaitan dengan tugasnya sebagai penyidik KPK. Ia menyebut, dalam kasus penyerangan itu ada dua hal penting.
"Tapi pokoknya ada dua hal penting ini terkait dengan tugas-tugas saya melakukan penyidikan perkara korupsi dalam rangka melaksanakan tugas di KPK dan yang kedua ini pelakunya bukan orang perorang yang inisiatif sendiri, baik satu, dua orang atau apa pun tapi suatu hal yang teroganisir," papar Novel.
Oleh karena itu, Novel berharap Polri harus membuka fakta jika penyerangan tersebut sistematis dan terorganisir. Artinya, penyerangan yang terjadi 2,5 tahun itu bukan sekedar urusan personal. Meski ia tetap menghormati proses penyidikan terhadap dua pelaku yang hingga saat ini masih berlangsung.
"Tentunya kita harus hormati itu, walaupun saya berharap penyidikannya jangan sampai hanya menutup atau tidak membuka fakta bahwa penyerangan ini adalah serangan yang sistematis dan terogranisir. Ini juga telah dilakukan investigasi Komnas HAM sebelumnya," ujar Novel.
Novel mengatakan, dirinya siap bertemu dengan dua pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya. Sementara itu, sambung Novel, ia pun belum mengetahui apakah penyidik akan mengkonfrontir pernyataannya dengan dua pelaku, yakni RB dan RM.
"Kalau dipandang perlu saya siap bertemu," kata Novel.
[video] LPSK: Novel Baswedan tidak Bisa Dituntut Balik
Kompolnas lapor Mahfud
Sejumlah anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menemui Ketua Kompolnas Mahfud MD yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Senin (6/1). Mereka melaporkan kinerja Kepolisian RI (Polri) termasuk dalam menangani kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Menurut salah satu anggota Kompolnas Yotje Mende, dalam paparan Kompolnas, tak ada penyebutan keterkaitan jenderal polisi dalam kasus Novel. Untuk sementara ini, kata dia, hasil yang disampaikan ke Kompolnas tidak ada nama jenderal polisi yang terlibat dalam kasus Novel.
"Kalau masalah itu tidak, tidak ada di dalam paparan itu dan kita berharap artinya di sini siapa pun yang terlibat harus diungkap. Untuk sementara ini hasil yang disampaikan ke Kompolnas tidak ada nama jenderal, dan yang melakukan itu adalah oknum yang dendam terhadap Novel dan mereka sendiri melakukan ini secara pribadi," ujar Yotje kepada wartawan usai pertemuan tersebut, Senin.
Ia mengatakan, kinerja Polri positif karena Kompolnas pun telah melakukan tujuh kali gelar perkara kasus Novel sejak 2017 sampai 2018. Ia mengatakan, pihaknya juga menunjuk anggota Kompolnas Hendarti menjadi bagian dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Novel Baswedan.
Menurut Yotje, Kompolnas mendorong pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel siapa pun pelakunya. Ia mendorong, penyelesaian kasus Novel itu segera bisa dicapai.
"Jadi kinerja mereka kita lihat positif hanya memang bagaimana penyelesaiannya dan pengungkapannya itu yang kita dorong sekarang," kata dia.
Yotje mengaku tetap berpegang pada data dan fakta dari Polri bahwa tidak ada nama jenderal polisi yang terlibat kasus Novel. “Kalau kita dengan pernyataan itu mereka punya fakta data, ya silakan saja Kompolnas siap mengakomodir. Kalau kami lari ke sana belum, ya, kita tidak boleh opini kita bicara data fakta lapangan,” tutur Yotje.
Aksi penyerangan terhadap Novel Baswedan, terjadi pada 11 April 2017. Serangan dengan menyiram asam sulfat ke wajah penyidik KPK tersebut, dilakukan pada saat subuh hari saat Novel Baswedan hendak ke masjid di sekitaran rumah tinggalnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat serangan air keras tersebut, wajah Novel Baswedan terbakar. Dua matanya mengalami gangguan penglihtan. Mata kiri Novel cacat permanen, sedangkan mata sebelah kanannya berkurang kemampuan untuk melihat.
TPF Gagal Temukan Penyerang Novel