Jumat 10 Jan 2020 22:50 WIB

Eropa Upayakan Cegah Konflik Iran-AS

Iran mengatakan akan melanjutkan upaya pengayaan uranium.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Eropa Upayakan Cegah Konflik Iran-AS. Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.
Foto: Amir Kholousi, ISNA via AP
Eropa Upayakan Cegah Konflik Iran-AS. Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Para pemimpin negara Eropa akan berusaha mencegah terjadinya konflik terbuka antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Eropa menilai kesalahan perhitungan dari kedua belah pihak dapat memicu terjadinya krisis proliferasi nuklir yang serius.

Uni Eropa dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada Jumat (10/1) sore. Para menteri luar negeri anggota akan menerima pengarahan tentang situasi terkini di kawasan Timur Tengah dari Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg.

Baca Juga

"Keinginan Iran mencegah esklasi krisis telah memberi kami waktu, itu memiliki efek untuk sedikit mengurangi hal ini," ujar diplomat senior Uni Eropa.

Dalam pertemuan tersebut akan turut dibahas mengenai perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Iran diketahui telah menyatakan tak akan lagi terikat dalam komitmen JCPOA setelah AS membunuh Komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qasem Soleimani. Iran mengatakan akan melanjutkan upaya pengayaan uranium.

"Iran belum menetapkan target atau tenggat waktu ketika menyangkut target pengayaan uranium, sehingga memberi kita waktu," kata seorang diplomat Uni Eropa.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian telah memperingatkan tentang potensi Iran memiliki senjata nuklir jika terus mengabaikan JCPOA. "Jika mereka terus mengurai perjanjjian Wina (JCPOA), maka dalam periode waktu yang cukup singkat, antara satu dan dua tahun, mereka (Iran) bisa memiliki akses ke senjata nuklir," ujar Le Drian.

Pekan ini Presiden Komisi Eropa Ursula vonder Leyen mengatakan, dari sudut pandang Eropa, penting bagi Iran untuk kembali ke kesepakatan nuklir. "Kita harus meyakinkan Iran bahwa hal itu juga untuk kepentingannya sendiri," ucapnya.

Kendati demikian, pada Selasa (7/1) lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menyatakan negaranya siap bertahan dalam JCPOA. "Langkah kelima pemulihan Iran mengurangi komitmen terhadap perjanjian nuklir Juli 2015 tidak berarti kesepakatan itu telah berakhir atau Iran ingin menarik diri darinya. Itu hanya berarti bahwa kami telah mencapai keseimbangan yang wajar di JCPOA," kata dia, dikutip di Anadolu Agency.

Dia mengatakan Iran tetap bisa bertahan dalam JCPOA. "Jika pihak lain tetap  berkomitmen pada ketentuan-ketentuannya," ujar Araqchi.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement