REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Para pemimpin negara Eropa akan berusaha mencegah terjadinya konflik terbuka antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Eropa menilai kesalahan perhitungan dari kedua belah pihak dapat memicu terjadinya krisis proliferasi nuklir yang serius.
Uni Eropa dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada Jumat (10/1) sore. Para menteri luar negeri anggota akan menerima pengarahan tentang situasi terkini di kawasan Timur Tengah dari Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg.
"Keinginan Iran mencegah esklasi krisis telah memberi kami waktu, itu memiliki efek untuk sedikit mengurangi hal ini," ujar diplomat senior Uni Eropa.
Dalam pertemuan tersebut akan turut dibahas mengenai perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Iran diketahui telah menyatakan tak akan lagi terikat dalam komitmen JCPOA setelah AS membunuh Komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qasem Soleimani. Iran mengatakan akan melanjutkan upaya pengayaan uranium.
"Iran belum menetapkan target atau tenggat waktu ketika menyangkut target pengayaan uranium, sehingga memberi kita waktu," kata seorang diplomat Uni Eropa.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian telah memperingatkan tentang potensi Iran memiliki senjata nuklir jika terus mengabaikan JCPOA. "Jika mereka terus mengurai perjanjjian Wina (JCPOA), maka dalam periode waktu yang cukup singkat, antara satu dan dua tahun, mereka (Iran) bisa memiliki akses ke senjata nuklir," ujar Le Drian.
Pekan ini Presiden Komisi Eropa Ursula vonder Leyen mengatakan, dari sudut pandang Eropa, penting bagi Iran untuk kembali ke kesepakatan nuklir. "Kita harus meyakinkan Iran bahwa hal itu juga untuk kepentingannya sendiri," ucapnya.
Kendati demikian, pada Selasa (7/1) lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menyatakan negaranya siap bertahan dalam JCPOA. "Langkah kelima pemulihan Iran mengurangi komitmen terhadap perjanjian nuklir Juli 2015 tidak berarti kesepakatan itu telah berakhir atau Iran ingin menarik diri darinya. Itu hanya berarti bahwa kami telah mencapai keseimbangan yang wajar di JCPOA," kata dia, dikutip di Anadolu Agency.
Dia mengatakan Iran tetap bisa bertahan dalam JCPOA. "Jika pihak lain tetap berkomitmen pada ketentuan-ketentuannya," ujar Araqchi.