Selasa 14 Jan 2020 16:29 WIB

Sukabumi Optimalkan Urai Sampah Organik Lewat Maggot

Maggot dinilai lebih memudahkan dalam penguraian sampah organik.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ulat Maggot: Petugas menunjukan ulat Maggot di penakaran ulat di Unit Pengolahan Sampah (UPS) 2 Sukmajaya Depok, Jawa Barat, Selasa (5/3/2019).
Foto: Antara/Kahfie Kamaru
Ulat Maggot: Petugas menunjukan ulat Maggot di penakaran ulat di Unit Pengolahan Sampah (UPS) 2 Sukmajaya Depok, Jawa Barat, Selasa (5/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Gerakan pengurangan sampah di Kabupaten Sukabumi dilakukan dengan memanfaatkan maggot. Di mana keberadaan maggot dapat mengurai sampah organik.

"Penguraian sampah organik lewat maggot ini dapat membantu Pemkab Sukabumi yang menargetkan pengurangan sampah 30 persen di 2025," ujar Sekda Kabupaten Sukabumi Iyos Somantri, Selasa (14/1). Hal ini disampaikan di sela-sela rapat pembahasan program bank sampah maggot di Pendopo Sukabumi.

Iyos menerangkan, maggot adalah belatung Black Soldier Fly (BSF) yang termasuk dalam keluarga lalat. Maggot memakan sampah organik dan memiliki manfaat sebagai pakan ikan karena memiliki banyak protein.

Menurut Iyos, program pengurangan sampah ini berkesinambungan dengan target 2021 Geopark Ciletuh-Palabuhan ratu bebas sampah plastik. Terlebih 45 persen sampah di Kabupaten Sukabumi berupa organik.

Sehingga kata Iyos, maggot lebih memudahkan dalam penguraian sampah organik. Dinas terkait sudah ditugaskan supaya bekerja sama dengan peternak maggot di Kabupaten Sukabumi untuk pemberdayaan masyarakat desa. Harapannya sampah rumah tangga bisa dikelola dengan baik.

Peternak maggot dari Incubi Farm, Solihin mengatakan, larva lalat hitam tersebut dapat mengurai sampah organik cukup banyak. Bahkan dalam satu kilogram maggot, bisa mengurai sebanyak dua kilogram sampah organik.

Keberadaan maggot ini lanjut Solihin, bisa memiliki dua dampak baik secara lingkungan maupun ekonomi. Pada lingkungan bisa mengurai sampah organik dan nilai ekonomisnya lewat penjualan maggot itu sendiri.

Sebab ungkap Solihin, pasarnya pun sudah ada dan tidak akan kesulitan. Di samping itu lalat hitam (BSF) sendiri tidak berbahaya seperti lalat pada umumnya. Sehingga keberadaannya cukup aman bagi lingkungan.

Maggot yang sudah dewasa tutur Solihin, akan menjadi lalat BSF dan waktu hidup lalat ini sekitar tujuh hari. Ia melanjutkan semasa hidupnya pun, lalat BSF ini lebih sering meminum air sehingga tidak menimbulkan penyakit.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement