REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Pelaksanaan musim tanam rendeng (penghujan) 2019/2020 di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu terhambat kekurangan air. Petani terpaksa harus menyedot air untuk menyelamatkan tanaman padi mereka yang baru ditanam.
Kondisi itu di antaranya dialami sejumlah petani di Blok Lungsemut, Desa Kendayakan, Kecamatan Terisi. Tanaman padi mereka saat ini terancam mengering.
''Sawah saya termasuk tadah hujan. Tapi hujan jarang turun meski sebenarnya sekarang sudah masuk musim hujan,'' kata seorang petani di Blok Lungsemut, Wardani, kepada Republika.co.id, Rabu (21/1).
Wardani mengatakan, di daerahnya memang ada saluran irigasi. Namun, debit air yang ada di saluran tersebut minim dan tidak datang setiap hari. Karenanya, air yang ada hanya cukup untuk mengairi lahan sawah yang posisinya ada di depan saluran.
''Sawah saya posisinya di belakang. Jadi tidak kebagian,'' tutur Wardani.
Wardani pun terpaksa harus menyedot air dengan menggunakan mesin pompa agar sawahnya tetap mendapat pengairan. Dia mengaku, sudah melakukan penyedotan air sejak masa pengolahan lahan. Penyedotan air terus dilakukannya untuk mengairi persemaian.
''Sekarang sudah mulai tanam. Umur tanaman baru delapan hari,'' terang Wardani.
Penyedotan air itupun terus dilakukan oleh Wardani untuk mengairi tanaman padinya. Jika pasokan air sampai kurang, maka tanaman padinya akan mengering.
Selain tanaman padi yang mengering, kekurangan air juga akan membuat lahan sawah ditumbuhi rerumputan. Hal itu akan membuat biaya yang dikeluarkan petani menjadi lebih besar karena harus membasmi rerumputan tersebut.
Wardani menyedot air dari sungai ataupun sumur pantek. Untuk itu, dia sudah mengeluarkan biaya tambahan ratusan ribu rupiah. Dia berharap, curah hujan di daerahnya bisa segera meningkat. Selain itu, dia meminta ada upaya dari pemerintah mengingat musim tanam saat ini baru saja dimulai.
Selain Wardani, kekurangan air pada musim tanam kali ini juga dialami para petani di Kecamatan Kandanghaur. Bahkan, mereka tidak bisa melakukan pompanisasi karena ketiadaan sumber air.
''Mau nyedot gimana? Airnya saja tidak ada,'' tukas Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono.
Waryono menyebutkan, lahan sawah di daerahnya yang belum bisa ditanami akibat kekurangan air mencapai sekitar 1.500 hektare. Persemaian yang ada pun terancam gagal tanam karena umurnya yang sudah terlalu tua.
Meski musim hujan tetapi cuaca terik melanda Wilayah Ciayumajakuning, terutama Kabupaten Indramayu, selama hampir dua pekan terakhir. Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kertajati, Kabupaten Majalengka, Devi Ardiansyah, menjelaskan, kondisi itu terjadi akibat gangguan cuaca berupa tekanan tinggi (1012 hPa). Hal tersebut menyebabkan curah hujan menjadi berkurang dalam beberapa hari terakhir.
‘’Ada gangguan cuaca berupa tekanan tinggi di selatan Jawa,’’ ujar Devi.
Menurut Devi, tekanan tinggi di selatan Jawa itu telah mengurangi potensi pertumbuhan awan-awan konvektif atau awan-awan hujan. Namun, kondisi itu diprediksi tidak akan bertahan lama sehingga kondisi cuaca diprakirakan kembali normal dan pembentukan awan-awan hujan masih akan terjadi.
Devi menjelaskan, tekanan tinggi di selatan Jawa tersebut tidak akan mempengaruhi puncak musim hujan. Menurutnya, puncak musim hujan diprakirakan akan terjadi pada Februari-Maret.
Devi menambahkan, musim hujan di Wilayah Ciayumajakuning diprakirakan berlangsung hingga awal April 2020. Selama periode musim hujan tersebut, masyarakat diimbau untuk mewaspadai potensi hujan lebat yang disertai angin kencang dan petir.