Rabu 22 Jan 2020 19:15 WIB

Pembalakan Liar di Hutan Lampung Meningkat

Sepanjang 2019 ada 47 kasus pembalakkn liar di Lampung.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Diskusi publik membangun sinergitas dalam upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan di Universitas Bandar Lampung, Rabu (22/1).
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Diskusi publik membangun sinergitas dalam upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan di Universitas Bandar Lampung, Rabu (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Aksi pembalakan liar (illegal logging) yang terjadi di hutan wilayah Provinsi Lampung meningkat dalam dua tahun terakhir. Tidak adanya tindakan dan sanksi tegas dari pihak berwenang menyebabkan aksi tersebut tetap berlangsung “langgeng”.

“Tidak adanya pengawasan, aksi pembalakan liar meningkat dua tahun terakhir. Bagaimana mau mengawasi kalau kantor pusatnya dan petugasnya ada di Medan (Sumatra Utara),” kata Gubernur Lampung Arinal Djunaidi di sela-sela Diskusi Publik “Membangun Sinergitas dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan” di Universitas Bandar Lampung, Rabu (22/1).

Baca Juga

Arinal yang pernah menjabat kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung selama enam tahun memahami kondisi perhutanan yang ada di Lampung. Menurut dia, ada peningkatan jumlah areal kerusakan hutan di Lampung dari sejak ia menjabat kepala dinas hingga menjadi Sekdaprov Lampung.

Pada tahun 2019, ujar dia, terjadi 47 kasus pembalakan liar, sedangkan pada saat dirinya menjabat kepala dinas dan sekdaprov Lampung kasus-kasus pembalakan liar dapat ditekan seminimal mungkin. “Berarti ini ada yang salah dalam pengawasannya,” ujarnya.

Menurutnya, kasus pembalakan liar masih akan terus berlangsung bila kasus-kasus yang terungkap sekarang masih pada level sopir dan kernet pembawa balok atau potongan kayu dari hutan di Lampung, saat ditangkap di jalan. “Sedangkan cukongnya tidak tersentuh,” katanya.

Ia mengatakan, penindakan kepada pelaku pembalakan liar sangat lemah sekali.  Sebab, Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (Gakkum KLHK) Sumatera yang berkantor pusat di Medan, Sumatra Utara tidak ada sama sekali.

“Kalau memang pusat tidak mampu, kembalikan pengawasan hutan kepada daerah, jangan dibiarkan terus hutan kami rusak,” tegasnys.

Saat ini kerusakan hutan di wilayah Lampung baik hutan taman nasional, hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, dan hutan kawasan lainnya sudah mencapai 37,2 persen. Saat ini, sudah ada trend baru pembalakan kayu sonokeling di hutan Lampung yang mulai marak.

Penangkapan pembawa kayu sonokeling di berbagai tempat menunjukkan bahwa harga kayu sonokeling mulai mahal dan diperhitungkan. Padahal, ujar dia, kayu sonokeling dahulu tidak berharga sama sekali. Lemahnya pengawasan, membuat pelaku pembalakan liar semakin marak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement