REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Sebanyak 807 rumah warga Kabupaten Lebak, Banten, yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor akan direlokasi. Pemerintah daerah melaksanakan relokasi tersebut karena rumah tersebut berada di lokasi rawan bencana alam.
"Kita melakukan verifikasi dan analisis terhadap 1.649 rumah dan diputuskan 807 rumah yang direlokasi," kata Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DKPP) Kabupaten Lebak, Wawan Hermawan, di Lebak, Rabu (22/1).
Wawan mengatakan, mereka warga tinggal di tepi bantaran Sungai Ciberang juga di kaki kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Berdasarkan hasil pendataan verifikasi dan analisis, sebanyak 807 rumah harus direlokasi ke tempat yang lebih aman dari ancaman longsor dan banjir.
"Kami berharap realisasi pelaksanaan pembangunan relokasi itu bisa dikerjakan setelah berakhirnya masa tanggap darurat 28 Januari 2020," ujar Wawan.
Menurut dia, relokasi itu setelah adanya jaminan dari Badan Geologi untuk memastikan kawasan aman dari ancaman bencana alam. Masyarakat terdampak bencana alam itu akan tinggal di hunian sementara (huntara) yang lokasinya di Dodiklatpur Ciuyah, Kecamatan Sajira.
Pembangunan akan dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan memberikan dana stimulan untuk rumah rusak berat Rp 50 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp 10 juta. Masyarakat yang tidak tinggal di huntara nantinya akan menerima dana sewa rumah Rp 500 ribu per bulan.
"Dana sewa rumah itu sambil menunggu rampungnya pembangunan di tempat relokasi itu," katanya.
Seorang warga Desa Banjar Irigasi, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Amin, mengaku, bingung setelah rumahnya rusak berat diterjang banjir bandang akibat luapan Sungai Ciberang. Banjir bandang mengakibatkan semua perabotan rumah tangga dan rumahnya rusak berat dan tidak bisa dihuni dengan anggota keluarga.
"Kami menyambut baik jika pemerintah akan membantu warga korban banjir bandang dan longsor," katanya.