REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Isak tangis bersahutan dari puluhan orang tua dari mahasiswa asal Jawa Timur yang anaknya menempuh pendidikan di China saat bertemu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu malam (29/1). Mereka berharap anak-anaknya bisa segera dipulangkan ke tanah air.
Mereka sangat mengkhawatirkan keberadaan anak-anaknya, setelah Negeri Tirai Bambu itu diserang virus corona. Dirhan (48 tahun), warga Surabaya yang putrinya menempuh pendidikan di Central China Normal University, Wuhan, Hubei, Cina contohnya. Sambil menangis dia memohon kepada Khofifah agar mengupayakan anaknya segera dievakuasi. Menurutnya, evakuasi menjadi satu-satunya cara untuk menjaga anaknya dari serangan virus mematikan tersebut.
"Meskipun di video call selalu tertawa, tapi anak-anak ini pasti tertekan. Semoga cepat saja evakuasinya. Saya berharap jika evakuasi berjalan semoga bisa diterima di masyarakat dengan baik. Karena pasti ada kekhawatiran efeknya bisa ke yang lain," ujar ayah dari Diani Lusiana Aisyah tersebut.
Pun warga Pamekasan, Madura, Herman Kusnadi (60) yang berharap dua anaknya bisa segera dievakuasi dari Xianning, Hubei, Cina. Herman menjelaskan, dua anaknya, Ilham Tri Kusnadi dan Ika Putri Laksmi tengah menempuh pendidikan di Hubei University of Science and Technology. Meski jaraknya masih sekitar 120 kilometer dari Kota Wuhan, namun masih berada di satu Provinsi, yakni Provinsi Hubei.
Herman meyakini, tidak hanya anaknya, tetapi seluruh pelajar yang ada di sana, berada dalam tekanan. Apalagi, setelah pemerintah setempat melakukan lock down atau isolasi terhadap kota-kota yang ada di Provinsi Hubei. Dia juga berharap pemerintah segera mengambil tindakan mengevakuasi warganya. Menurutnya, itu merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan para pelajar asal Indonesia.
"Anak-anak itu resah betul. Karena semua kota sudah dikarantina. Jadi keinginan anak-anak karena sudah tidak ada kegiatan di kampus, sampai batas waktu yang tidak ditentukan, maka anak-anak ingin dievakuasi ke tanah air," ujar Herman.
Herman juga mengkhawatirkan pasokan logistik di tempat kedua anaknya tinggal. Diakuinya, pemerintah memang memberikan bantuan berupa uang sebasar 280 yuan, atau sekitar Rp 560 ribu untuk satu pekan. Namun, kata dia, yang menjadi permasalahan penjual di sana banyak yang tutup. Sehingga sekalipun memiliki uang, mereka tetap kesulitan berbelanja kebutuhan sehari-hari.
"Logistik tidak cukup. Baru kemarin sore dapat bantuan 280 yuan atau Rp 560 ribu, untuk biaya satu minggu. Itu pun kesulitan, karena hanya ada satu toko yang buka, dan itu pun rebutan dengan masyarakat di situ," ujar Herman.
Herman mengatakan evakuasi adalah satu-satunya cara agar para pelajar asal Indonesia itu merasa aman. Karena jika tetap berada di sana, akan terus dihantui ketakutan tertular virus mematikan.
"Mereka hanya ingin pulang. Karena mereka khawatir, karena tidak tahu virus itu ada di mana," kata Herman.