REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mengerti maksud dan isi dari Alquran menjadi sangat penting untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkannya.
Mengabaikan kaidah ini akan berakibat seperti yang dilakukan pentolan Kaum Khawarij yaitu Nafi’ Ibn al-Azraq.
Mengutip buku Salah Paham Terhadap Alquran, karya Ahmad Sarwat, dia keliru ketika menafsirkan ayat secara sepotong-sepotong dan tidak memperhatikan kaitannya dengan ayat-ayat yang lainnya.
Dia mengklaim bahwa Alquran telah menetapkan bahwa kalau ada orang masuk neraka, maka dipastikan tidak akan pernah bisa keluar lagi. Sekali neraka, akan tetap abadi di dalam neraka.
Ru-panya dia mengambil dasarnya dari firman Allah SWT berikut ini : “Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal.” (QS al-Maidah : 37)
Tentu saja klaim sepihak ini keliru. Oleh karena itulah maka Ibnu Abbas RA menegurnya dengan mengatakan sebagai berikut : “Celaka kamu. Bacalah ayat yang di atasnya. Ayat ini khusus untuk orang kafir.” (ath-Thabrani)
Ternyata ayat yang di atasnya atau yang sebelumnya menegaskan bahwa yang dimaksud dengan orang masuk neraka tidak keluar lagi itu sebatas manakala orang itu mati dalam keadaan kafir dan bukan Muslim.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang dibumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.” (QS al-Maidah : 36)
Sementara mereka yang Muslim atau meninggal dengan status sebagai Muslim, meski ada kemungkinan masuk neraka, namun begitu dosa-dosanya sudah habis dibayarkan dengan dibakar di api neraka, maka mereka pun kemudian akan dikeluarkan.
“Sungguh umatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhunya. Maka siapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya, maka lakukanlah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Hajar menjelaskan, hadis ini terdapat dua makna. Makna yang pertama bahwa yang dimaksud “ghurran muhajjilin” orang yang dibangkitkan dengan wajah yang terang benderang di hari kiamat adalah yang melebihkan air dalam membasuh anggota wudhu. Makna yang kedua bahwa yang dimaksud adalah orang yang memperbanyak wudhu.
Dari kisah ini, ternyata Alquran yang dibaca sepotong-sepotong dengan dibaca secara keseluruhan memiliki arti yang berbeda jauh dengan tafsir yang sebenarnya. Maka dari itu kita tidak bisa menafsirkannya sendiri tanpa didampingi oleh orang yang telah ahli di bidangnya. Wallau’alam bii shawab.