Ahad 02 Feb 2020 13:01 WIB

China Hadapi Keterasingan

WHO menyarankan agar tidak melakukan pembatasan perjalanan ke China.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko farmasi di Hong Kong, China, Jumat (31/1). Hongkong memperpanjang masa libur sekolah hingga 2 Maret nanti palinig cepat menyusul wabah virus corona.
Foto: Jerome Favre/EPA-EFE
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko farmasi di Hong Kong, China, Jumat (31/1). Hongkong memperpanjang masa libur sekolah hingga 2 Maret nanti palinig cepat menyusul wabah virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China menghadapi keterasingan di tengah meningkatnya pembatasan perjalanan internasional dari berbagai negara. Wabah virus korona yang telah menyebar luas menyebabkan sejumlah negara melakukan evakuasi warganya dari China, bahkan maskapai penerbangan dunia menghentikan penerbangan ke Negeri Tirai Bambu tersebut.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan kepada negara-negara di dunia agar tidak melakukan pembatasan perjalanan ke China. Hal ini dapat menyebabkan kerugian terutama menghambat rantai pasokan medis, menghambat arus informasi, dan membahayakan perekonomian.

Baca Juga

WHO merekomendasikan untuk melakukan penyaringan di penyeberangan perbatasan. Sebelumnya, WHO telah memperingatkan bahwa penutupan perbatasan dapat mempercepat penyebaran virus, karena para pendatang akan masuk ke China melalui jalur-jalur yang ilegal atau tidak resmi.

Salah satu negara yang memberlakukan pembatasan cukup ketat adalah Amerika Serikat (AS). AS telah mengumumkan keadaan darurat kesehatan masyarakat. Selain itu, AS juga melarang masuknya semua warga negara asing yang telah mengunjungi China dalam dua pekan terakhir.

Warga AS yang kembali dari provinsi Hubei akan dikarantina selama 14 hari. Pada Sabtu lalu, Pentagon menyatakan akan menyediakan tempat tinggal bagi 1000 orang yang perlu dikarantina setelah tiba di AS dari luar negeri. Mereka akan dikarantina hingga 29 Februari. Empat pangkalan militer di California, Colorado, dan Texas masing-masing akan menyediakan 250 kamar.

China telah melayangkan kritik kepada sejumlah negara terkait pembatasan perjalanan tersebut. China menuding pemerintah asing telah mengabaikan saran dari WHO.

"WHO merekomendasikan larangan perjalanan, sedangkan AS menuju ke arah yang berlawanan. (Ini) tentu saja bukan niatan yang baik," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dilansir BBC, Ahad (2/2).

Hingga saat ini korban tewas dari wabah virus korona atau yang disebut 2019-nCov mencapai 304 orang. Sebagian besar pasien yang meninggal dunia berada di provinsi Hubei.

Sementara itu, Komisi Kesehatan Nasional menyatakan di seluruh China sebanyak 2.509 kasus baru virus korona telah teridentifikasi. Dengan demikian jumlah total kasus virus korona mencapai 14.380. Selain itu, sekitar 100 kasus virus korona telah diidentifikasi di luar China. Inggris, AS, Rusia, dan Jerman telah mengkonfirmasi kasus virus korona dalam beberapa hari terakhir.

Militer Rusia akan mulai mengevakuasi warga Rusia dari China pada Senin dan Selasa mendatang. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan, proses evakuasi akan dimulai di daerah yang paling terkena dampak wabah virus korona. Selain itu, Rusia telah membatasi penerbangan langsung ke China dan menangguhkan bebas visa serta menghentikan visa kerja bagi warga Cina. Diketahui, China adalah mitra dagang terbesar bagi Rusia.

Daftar maskapai penerbangan internasional yang menangguhkan perjalanan ke Cina terus bertambah. Qantas Airways dan Air New Zealand menangguhkan penerbangan langsung China mulai 9 Februari. Sementara, ketiga maskapai utama AS akan membatalkan penerbangan ke China daratan.

Pihak berwenang di provinsi Hubei yang menjadi titik awal penyebaran virus korona telah memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek hingga 13 Februari. Selain itu, pemerintah setempat juga menangguhkan pendaftaran pernikahan untuk mencegah pertemuan orang banyak di area publik.

Hubei telah diisolasi dalam seminggu terakhir, dengan menutup transportasi umum dan jalan raya. Sementara itu, di Beijing sebuah kontainer didirikan di pintu masuk perumahan. Di dalam kontainer itu, para sukarelawan yang mengenakan pita merah dan masker wajah mencatat penduduk yang baru saja datang dari kampung halaman mereka setelah liburan Imlek.

"Selama saya melindungi diri sendiri dengan baik dan tidak pergi ke tempat-tempat ramai, saya tidak merasa takut sama sekali," ujar seorang pekerja migran berusia 58 tahun yang bermarga Sun.

Banyak klinik swasta di China sudah mulai menolak pasien warga negara asing yang menderita demam. "Saya tidak ingin pergi ke rumah sakit setempat dengan sakit tenggorokan, untuk kemudian diidentifikasi sesuatu yang lainny," kata warga negara Ceko, Veronika Krubner di Tianjin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement