REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengatakan, Gus Sholah merupakan tokoh yang peduli demokrasi. Bahkan, lebih dari itu, Gus Sholah juga dinilai konsisten memperjuangkan hak asasi manusia (HAM).
"Dan ketika Pemilu 2019 kami intensif bertemu bersama banyak kalangan untuk menggalang moderasi dan tidak terlibat politik partisan agar ada kekuatan penyeimbang," Ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (3/2).
Haedar melanjutkan, Gus Sholah tidak ingin ada faktor pemecah belah terkait pemilihan umum lalu. Hal itu akan berujung pada kegaduhan politik yang meruntuhkan kesatuan dan demokrasi.
"Saya kenal lama dengan Gus Solah sebagai sosok yang rendah hati, bergaul luas dengan banyak kalangan, moderat, memiliki komitmen keislaman yang kuat, dan visi kebangsaan yang luas," ucap Haedar.
Haedar juga mengenang saat-saat bersama Gus Sholah. Menurut dia, pada Januari lalu ada keinginan kuat dari Gus Sholah untuk memutarkan film Jejak Langkah 2 Ulama kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, dia dan Gus Sholah berencana mengirim surat ke Jokowi untuk hadir dalam pemutaran perdana. "Apa panjenengan setuju? Apa kita membuat surat kepada RI 1 (Presiden Jokowi) yang ditandatangani bersama?" ujar dia sambil mengatakan itu adalah pesan dari Gus Sholah pada (12/1) lalu.
Kendati demikian, dua hari kemudian Gus Sholah harus dirawat di rumah sakit. Meskipun menulis surat ke presiden ia akui telah dilakukan pada 22 Januari, dan rencananya 2 Februari akan ada pemutaran film itu.
"Namun, Allah SWT menghendaki lain, Ahad 2 Februari, Gus Sholah dipanggil ke haribaan-Nya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, dari Allah kita berasal dan kepada-Nya kita kembali," ujar dia.
Haedar menyatakan, rumah sakit dan keluarga sudah berikhtiar semaksimal mungkin untuk kesembuhan Gus Sholah. Namun demikian, dia menambahkan, Allah telah memanggil Gus Sholah dan kehilangan salah satu tokoh yang memperjuangkan demokrasi dan HAM.