Rabu 12 Feb 2020 18:09 WIB

Lima Cetak Biru Kementerian BUMN Wujudkan Visi Presiden

Erick Thohir berharap pola bisnis BUMN menjadi lebih jelas dengan adanya cetak biru.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Menteri BUMN Erick Thohir menjawab pertanyaan awak media usai mengikuti Penguatan Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB) BUMN di Menara Mandiri, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri BUMN Erick Thohir menjawab pertanyaan awak media usai mengikuti Penguatan Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB) BUMN di Menara Mandiri, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Kementerian BUMN memiliki lima blue print atau cetak biru dalam mewujudkan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, cetak biru merupakan hal penting dalam merealisasikan visi presiden mengingat besarnya peranan BUMN dalam kemajuan bangsa.

Erick menyebut kontribusi BUMN di China dan Singapura sangat besar dalam memajukan negaranya. Sementara di Indonesia, kata dia, aspek pelayanan publik masih sangat penting.

Baca Juga

Dengan cetak biru, Erick berharap, pola bisnis BUMN menjadi lebih jelas dan bisa berkontribusi lebih maksimal bagi negara.

Poin pertama dalam cetak biru Kementerian BUMN ialah dengan memetakan klaster BUMN berdasarkan sejumlah kategori, mulai BUMN yang memang fokus pada bisnis seperti Telkom, klaster BUMN yang fokus bisnis sekaligus subsidi seperti PLN, Pertamina, dan BRI; hingga klaster BUMN yang mendapatkan penugasan pelayanan publik seperti Bulog hingga Pupuk.

"Ada juga BUMN yang nggak jelas-jelas banget. Ini yang kita mau masukan ke kategori antara dikonsolidasikan atau kita tutup," ujar Erick saat seminar Penguatan Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB) BUMN 2020 di Menara Mandiri, Jakarta, Rabu (12/2).

Erick menegaskan tidak akan ada satu pun menteri yang sanggup mengelola 900 perusahaan. Pun dengan direktur utama BUMN yang mengelola begitu banyak perusahaan sehingga hasilnya tidak maksimal.

"Saya tak yakin dirut Pertamina dan Krakatau Steel mengelola 60 sampai 207 anak-cucu perusahaan. Makanya harus konsolidasi dengan pemetaan yang jelas supaya tak ada kecemburuan," lanjutnya.

Kedua, Erick meminta petinggi BUMN tidak anti perubahan di era disrupsi dan teknologi yang begitu pesat. Erick menilai kemajuan teknologi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Erick menyinggung PT Telekomunikasi Indonesia Tbk atau Telkom yang justru mengandalkan keuntungan dari anak usahanya yakni Telkomsel. Ia menuturkan, industri telekomunikasi sudah jauh berubah dengan tidak sekadar menjual layanan pesan suara, melainkan juga data.

Erick menilai dengan infrastruktur yang dimiliki, Telkom seharusnya bisa mengembangkan bisnisnya lebih masif. "Pendapatan Telkomsel digabung ke Telkom hampir 70 persen. Mendingan nggak ada Telkom, ya langsung saja dimiliki Kementerian BUMN, devidennya jelas," ucapnya.

Erick meminta Telkom melirik peluang bisnis baru seperti menghimpun data. Erick menyebut big data merupakan potensi besar dan disebut-sebut sebagai the new oil.

"Kita mau Telkom ke depan berubah ke arah data base, big data, cloud, masa cloud dipegang Alicloude. Big data dan cloud bisa menjadi sebuah bisnis, jangan diambil lagi oleh asing," ungkap Erick.

Tak hanya Telkom, Erick juga meminta PT PLN (Persero) adaptif dalam perubahan zaman, terutama dalam menyiapkan energi yang ramah lingkungan. Erick tak ingin ia PLN fokus dalam membangun pembangkit, melainkan memaksimalkan bisnis utamanya sebagai penyedia layanan listrik.

"Kalau PLN tidak siap dengan perubahan akan akan berat, apalagi tuntutan zaman bahwa green energy pasti terjadi. Maka itu saya tidak mau PLN tidak fokus dalam bisnis inti yaitu distribusi, nggak usah bikin power-powernya, biarkan semua ekosistem berjalan," kata Erick.

Poin ketiga, Erick mendorong BUMN menjadi ahli di bidangnya masing-masing sehingga mampu menjadi raja di negeri sendiri. Hal ini bukan berarti BUMN akan membunuh ekosistem bisnis, melainkan sebagai upaya menghadapi persaingan yang sehat.

Oleh karena itu, Erick meminta BUMN tidak justru mengurusi bisnis anak-cucu usaha yang jauh dari bisnis utama induknya. Erick mengaku akan mengkonsolidasi puluhan rumah sakit dan ratusan hotel dalam satu wadah holding agar lebih optimal.

"Kita bersaing harus sehat. Kalau tidak ahli di di perguruan tinggi, ngapain (memiliki instansi pendidikan), atau mengurusi hingga katering, bagaimana milenial menjadi pengusaha kalau semua kesempatan diambil," ucapnya.

Erick juga akan memanggil PT Angkasa Pura untuk mempresentasikan bisnis retail. Erick meminta 70 persen produk yang ditampilkan di bandara-bandara yang dikelola AP I dan AP II merupakan produk UMKM.

Keempat, Erick menekankan pentingnya tata kelola perusahaan yang baik. Dalam rapat terbatas (ratas) pada Rabu (12/2), Presiden Jokowi, kata Erick, meminta tidak seluruh BUMN mendapatkan proteksi dengan diberikan dana terus-meneruskan. Dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik, kata Erick, BUMN akan mampu membangun kemandirian keuangan yang sehat.

"Nanti ujung-ujungnya rugi, minta duit lagi. Padahal kita wajib devidenkan keuntungan kita untuk negara. Makanya profesionalisme dan transparan sangat penting," tambah Erick.

Erick mengaku terus berkoordinasi dengan deputi kementerian BUMN untuk melihat kembali proses bisnis BUMN yang benar-benar profesional dengan proses bisnis yang dibuat oleh oknum.

Poin terakhir, Erick menekankan pentingnya human capital atau aset manusia. Erick mendorong BUMN meningkatkan kemitraan dengan luar negeri demi menciptakan transfer teknologi hingga pengetahuan dan kualitas SDM.

Erick mengambil contoh memburuknya sektor pariwisata akibat wabah Korona. Kata dia, BUMN bisa melakukan antisipasi dengan mengambil pasar wisatawan timur tengah dan Afrika yang khawatir berwisata di China.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement