REPUBLIKA.CO.ID, LUKSEMBURG -- Luksemburg dilaporkan sedang mengoordinasikan beberapa negara Uni Eropa untuk menentang rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurut EUobserver, Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn telah mengadakan makan malam dengan delapan menteri luar negeri Uni Eropa, yakni Belgia, Finlandia, Prancis, Irlandia, Malta, Spanyol, Slovenia, dan Swedia pada Ahad (16/2) lalu. Perwakilan resmi Portugal pun menghadiri acara tersebut.
Menurut EUobersver, Luksemburg telah melontarkan gagasan pengakuan Uni Eropa atas Palestina pada awal Januari lalu. "Tapi intervensi sepihaknya sejauh ini masih sedikit. Beberapa negara yang diwakili pada jamuan makan malam Asselborn akan senang melanjutkan sebagai bagian dari koalisi kecil yang bersedia," kata EUobersever dalam laporannya.
Seorang diplomat Portugal mengatakan posisinya negaranya terkait penyelesaian konflik Israel-Palestina tetap sama. "Harus ada kesepakatan (mengenai pengakuan Palestina) di tingkat 27 negara Uni Eropa. Harus ada posisi bersama," ujarnya, seperti dikutip laman Middle East Monitor.
Sementara itu Spanyol bahwa konflik Israel-Palestina harus diselesaikan melalui dialog di antara keduanya. "Pengakuan ini harus merupakan hasil dari proses negosiasi antara para pihak (Israel-Palestina) yang menjamin perdamaian serta keamanan bagi keduanya, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan stabilitas regional," kata Kementerian Luar Negeri Spanyol dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Israel dilaporkan mencemaskan kemungkinan negara-negara Eropa mengakui negara Palestina. Hal itu dilakukan sebagai reaksi mereka atas rencana perdamaian yang disusun Donald Trump. "Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn berada di belakang inisiatif ini (mengakui negara Palestina)," kata beberapa pejabat Israel, dikutip Ynet News, Ahad (16/2).
Pada Januari lalu, Asselborn mendesak Uni Eropa untuk secara resmi mengakui Palestina sebagai negara. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk menyelamatkan proses perdamaian antara Palestina dan Israel.
Asselborn mengatakan saat ini prospek solusi dua negara Israel-Palestina sedang sekarat. "Jika Israel sampai pada titik ini, kita akan mengalami situasi yang sama seperti yang ditemui negara lain pada 2014," kata dia saat berbicara di depan Dewan Urusan Luar Negeri Uni Eropa pada 20 Januari lalu.
Pada November tahun lalu, Asselborn telah menyerukan hal serupa. Kala itu Asselborn mengatakan bahwa mengakui negara Palestina bukanlah sebuah bantuan. "Tapi lebih sebagai pengakuan hak rakyat Palestina untuk negaranya sendiri," ujarnya, seperti dilaporkan laman Jerusalem Post.
Menurutnya, mengakui negara Palestina bukan pula berarti melawan Israel. "Pengakuan Palestina oleh seluruh (anggota) Uni Eropa akan menjadi sinyal bahwa Palestina membutuhkan tanah air, sebuah negara, sama seperti Israel," kata Asselborn.
Dia menilai kegagalan untuk mematuhi hukuman internasional akan menghasilkan setidaknya lima juta pengungsi tambahan di Timur Tengah. Pengungsi itu tak lain adalah warga Palestina. "Itu tidak mungkin menjadi kepentingan Israel," ucapnya.