REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar menjawab pertanyaan komisi VIII DPR terkait upaya apa yang telah dilakukan untuk mencegah perundungan (bully) yang marak di sekolah. Nahar mengatakan salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui program disiplin positif.
"Jadi kalau sampai hari ini masih ditemukan proses belajar mengajar dengan kekerasan, maka ada proses juga memberikan pencerahan tentang tidak harus memukul untuk mendidik anak tapi misalnya dengan teknik-teknik tertentu sehingga menghindarkan dari kekerasan," ujar Nahar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2).
Terkait kasus perundungan yang baru-baru ini terjadi, Nahar menegaskan bahwa Kementerian PPPA hadir untuk memastikan keselamatan korban. Kementerian PPPA juga telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan yang sebaik-baiknya. "Termasuk dalam proses hukumnya," katanya.
Selain itu, Nahar dalam paparannya mengungkapkan pemerintah menggelar rapat terbatas (ratas) pada 9 Januari 2020 lalu tentang penanganan kasus terhadap anak. Dalam rapat tersebut ada sejumlah hal yang disepakatinya antara lain perluasan fungsi Kementerian PPPA.
"Khususnya terkait penyediaan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang memerlukan tingkat koordinasi di tingkat nasional, provinsi dan internasional," jelasnya.
Ia menambahkan perluasan fungsi Kementerian PPPA telah menjadi prioritas utama pemerintah. Ia mengungkapkan, di kementerian PAN RB sampai saat ini secara pararlel telah dilakukan pembahasan untuk memastikan perluasan fungsi Kementerian PPPA tidak tumpang tindih dengan kementerian lainnya yang memberikan layanan terhadap perempuan dan anak.
"Menteri dalam negeri akan mendorong pembentukan UPTD, UPT perlindungan perempuan dan anak di daerah dalam upaya meningkatkan kapasitas pelayanan terpadu bagi perlindungan dan anak korban kekerasan," ucapnya.