REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menegaskan tidak akan melakukan komersialisasi terhadap Pusat Kebudayaan Taman Ismail Marzuki(TIM) setelah direvitalisasi.
"TIM ini untuk kesejahteraan warga, tidak mengelola komersil untuk kesenian. Kami tidak akan komersilin dan nanti harganya jadi mahal," kata Direktur Operasional Jakpro Muhammad Taufiqurrachman di Jakarta, Rabu (19/2).
Taufiq mengatakan, pihaknya sudah bersosialisasi dengan sejumlah seniman dan budayawan sejak tahun lalu. Beberapa nama seniman di antaranya, seniman senior Taufik Ismail, Emby C Nur, Profesor Bambang Wibawarta dari Universitas Indonesia (UI) serta Arie Batu Bara.
"Jangan anggap Jakpro sebagai BUMD cari untuk dengan komersilin lahan-lahan yang ada di sana. Misi kita kan memberikan tempat yang baik untuk para seniman beraktivitas," kata Taufiq.
Sebelumnya revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) menuai polemik. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menilai Pemprov DKI Jakarta melalui PT Jakarta Propertindo (Jakpro) seharusnya melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan para seniman TIM dan menampung aspirasi ketika akan merevitalisasi TIM. Ia menilai, tidak seharusnya Jakpro melakukan renovasi untuk mendapatkan keuntungan dengan membangun hotel bintang lima di kawasan TIM.
Prasetio menganggap, Pemprov DKI kurang menjalin komunikasi dengan para pegiat seni di TIM. Padahal, TIM merupakan lokasi seniman dan pegiat seni untuk berkesenian sejak dulu.
"Seniman ini kan punya pemikiran-pemikiran yang kita enggak ngerti, dia ngerti. Ini bicara masalah komersialnya dulu, ya pasti mereka menolak. Ini amanah loh, namanya Taman Ismail Marzuki," katanya.
Prasetio mengungkapkan, area TIM dahulu merupakan Taman Margasatwa. Dalam sejarahnya, kebun binatang itu bernama Planten En Dierentuin yang dibuka pada 1846 dengan luas 10 hektare dan pada 1946 berganti nama menjadi Kebun Binatang Cikini.
Kebun binatang itu merupakan cikal bakal Kebun Binatang Ragunan yang ada sekarang ini di Jakarta Selatan. Setelah relokasi, TIM kemudian menjadi tempat seniman berkegiatan.