Ahad 01 Mar 2020 06:10 WIB

Penghuni Bogor Valley Ramai-Ramai Mengadu Ke BPKN

Pemilik apartemen menggunakan listrik secara wajar.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Gita Amanda
Penghuni Bogor Valley merasa dirugikan terkait listrik mereka mengadu ke BPKN.
Foto: Foto : MgRol112
Penghuni Bogor Valley merasa dirugikan terkait listrik mereka mengadu ke BPKN.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ratusan penghuni Apartemen Bogor Valley mengadukan persoalan kWh (Kilo Watt per Hour) listrik pra bayar ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Pasalnya, kWh meter yang terpasang pada 600 kWh tidak pernah diganti dan tidak ber-Standar Nasional Indonesia (SNI).

Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari menjelaskan, pemilik apartemen dengan tipe studio membeli voucher seharga Rp 100 ribu untuk 64 kWh habis dalam waktu tiga hari. Padahal, Arief menjelaskan, pemilik apartemen menggunakan listrik secara wajar.

"Ini informasi yang masuk kepada kami tentunya kami pun akan investigasi dan kita coba inventarisasi permasalahan pengaduan dari warga satu persatu semuanya," kata Arief saat mendengan aduan warga di Apartemen Bogor Valley, Sabtu (29/2).

Arief menuturkan, penghuni apartemen merasa dirugikan. Sebab, kWh pra bayar yang dikelola pengembang gedung pengukuran pemakaian daya tidak tepat dan voucher cepat habis.

Menurut pengakuan penghuni, Arif menjelaskan, terdapat dua pihak yang mengaku sebagai pengurus sah Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Bogor Valley yang berasal dari pengembang dan penghuni apartemen. Sehingga, dualisme tersebut berdampak pada pengelolaan perawatan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) termasuk listrik.

Padahal, dia mengungkapkan, P3SRS seharusnya dibentuk dengan melibatkan penghuni apartemen usai setahun pembangunan selesai. "Fasos dan fasum dan segala rupa dikelola oleh P3SRS ini yang notabene adalah penghuni," jelasnya.

Arief menerangkan, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang termaktub dalan pasal 3 tentang tujuan Perlindungan Konsumen untuk memberikan keadilan serta kepastian hukum bagi konsumen. Sehingga, diharapkan konsumen terlindungi dalam termasuk dalam pengukuran pemakaian daya.

Karena itu, Arief menyatakan, akan segera menindaklanjuti aduan tersebut dengan mengundang pihak yang terlibat. Di antaranya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait dengan kWh listrik pra bayar yang tidak ber-SNI maupun pihak pengembang yang terkait dengan dualisme P3SRS.

"Kami bertugas menerima pengaduan dan mencoba membantu, memfasilitasi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi atau insiden perilaku konsumen di masyarakat," kata dia.

Awal Januari 2020 lalu, polemik P3SRS di Apartemen Bogor Valley telah mencuat. Penghuni apartemen telah mengadukan persoalan tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor.

Waktu itu, salah satu permasalahan yang diadukan juga terkait listrik. Pasalnya, apartemen setinggi 20 lantai itu gelap gulita.

"Selama ini saya herean kenapa dari pihak developer merasa masih memiliki daripad kelengkapn (P3SRS) di partemen ini," kata Ponco Sambodo penghuni Apartemen Bogor Valley Unit GF-17.

Sesuai peraturan, Ponco berpendapat, kepengurusan P3SRS seharusnya melibatkan penghuni apartemen setahun seuasi pembangunan apartemen. Namun, P3SRS masih dipegang oleh pengembang apartemen.

"Kita semu pemilik unit di apartemen ini berharap bahwa kita sudah memiliki P3SRS yang nantinya harus diserahkan ke kita," ujarnya.

Dia meminta agar BPKN dapat memfasilitasi permasalahan yang dihadapi penghuni apartemen. Sehingga, polemik P3SRS dapat terselesaikan.

"Saya harap BPKN ini membantu kita dan bisa terselesaikan dengan tuntas. Dan saya harap pemilik unit bisa menikmati fasos dan fasum termasuk listrik," kata dia.

Kuasa Hukum penghuni Apartemen Bogor Valley, Herdiyan Nuryadin, mengungkapkan alasan penghuni melaporkan ke BPKN. Dia menjelaskan, warga tak puas dengan fasos fasum yang masih dikelola oleh P3SRS versi pengembang.

"Jadi sebetulnya karena ada ketidak puasan dari warga selama ini terhdap pelayanan, contoh kebocoran tidak ditanggulangi, kerusakan ini tidak dilayanai," kata Herdiyan.

Akibatnya, kata dia, penghuni membentuk P3SRS sendiri dan menggugat ke pengadilan. Namun, saat diajukan ke pengadilan, dia menjelaskan, warga kalah secara hukum.

"Ini prosesnya masih banding fifty-fifty (0-0). Jangan mereka merasa mengklaim menang," kata dia.

Karena itu, dia berharap, aduan warga yang disampaikan ke BKPN dapat membuahkan hasil. Dengan demikian, tak ada lagi dualisme P3SRS. Sehingga, pengelolaan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), fasum dan fasos) dapat diterima seluruh penghuni.

"Saya berharap ini dari BPKN dapat menemukan win win solusiton," ucapnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement