Senin 02 Mar 2020 17:38 WIB

Hadapi Corona, Ruang Fiskal Masih Ada untuk Perluas Defisit

Pemerintah menetapkan besaran defisit adalah sebesar 1,76 persen terhadap PDB.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Berdasarkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah menetapkan besaran defisit adalah sebesar 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan Rp 307,2 triliun.
Foto: Republika
Berdasarkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah menetapkan besaran defisit adalah sebesar 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan Rp 307,2 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Arif Baharuddin mengatakan, pemerintah masih memiliki ruang fiskal yang agak longgar apabila memang harus melebarkan defisit guna mengantisipasi dampak penyebaran virus corona (Covid-19). Khususnya ketika Indonesia sudah resmi dinyatakan positif corona. 

Berdasarkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah menetapkan besaran defisit adalah sebesar 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan Rp 307,2 triliun. "Kita punya space kalau harus melebarkan defisit," ujar Arif dalam diskusi dengan media di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (2/3). 

Baca Juga

Pada pekan lalu, pemerintah baru saja merilis paket stimulus untuk mendorong ekonomi domestik di tengah tekanan virus corona. Stimulus tersebut terutama ditujukan guna mempertahankan daya beli masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan konsumsi rumah tangga. 

Sampai saat ini, Arif mengatakan, pemerintah belum menyiapkan stimulus tambahan yang mampu meningkatkan defisit keuangan negara. Di sisi lain, pihaknya juga belum bisa memastikan apakah akan ada pos belanja yang ‘dipinggirkan’ terlebih dahulu untuk memprioritaskan antisipasi penyebaran corona.

"Belum ada pembahasan tentang itu," tuturnya. 

Tapi, Arif memastikan, BKF Kemenkeu tetap melakukan exercise dan kajian ruang fiskal dengan berbagai skenario. Termasuk dengan memperhitungkan seberapa lama virus corona terus berjalan dan seberapa luas penyebarannya. 

Arif mengatakan, pihaknya juga turut melibatkan pemangku kepentingan terkait lainnya seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Dari diskusi itu, pemerintah mengetahui dan berupaya memahami concern di lapangan yang secara langsung dijadikan sebagai faktor kajian. 

"Tapi, kita masih belum bisa sampaikan (exercise dan hasilnya), yang jelas kita monitor pasar dan mengundang pihak-pihak yang dirasa tahu situasi sebenarnya di lapangan," ujarnya. 

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto mengatakan, pemerintah akan menggunakan semua instrumen yang mungkin digunakan untuk menekan dampak penyebaran virus corona. Baik itu dari sisi fiskal ataupun moneter. 

Berbagai upaya itu disebutkan Suminto untuk memberikan kepercayaan diri kepada semua pihak, sehingga menciptakan kestabilan terhadap perekonomian. "Keywordnya, stabilitation dan confidence," katanya. 

Virus corona tidak hanya menjadi pembahasan di Indonesia. Suminto menyebutkan, virus yang berasal dari Cina ini disebut menjadi salah satu downside risk pertumbuhan ekonomi global dan telah menjadi pembahasan dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara G20 di Riyadh, Sabtu (22/2) dan Ahad (23/2). 

Suminto menambahkan, virus corona sudah menjadi perhatian seluruh anggota G20, terutama seberapa Cina dan global mampu mengatasinya. "Kalau tidak dapat diatasi dan menyebar luas ke seluruh dunia, tentu dampaknya akan lebih luas dan lama," ujarnya. 

Merujuk pada istilah yanbg disebutkan International Monetary Fund (IMF), Suminto menjelaskan, dampak corona dapat longer and larger comparable trade tension (lebih lama dan besar dibandingkan perang dagang). Pasalnya, virus corona telah mendisrupsi rantai pasok yang juga menyebabkan penggerusan terhadap kepercayaan diri dunia usaha maupun investor. 

Dalam pertemuan G20, G20 menekankan pentingnya solusi global untuk menghadapi tantangan ekonomi, termasuk dalam mengantisipasi virus corona. Meski tidak menyebutkan kebijakan yang akan ditempuh, Suminto menyebutkan, kolaborasi akan dilakukan G20. "Semangat multirateralisme ditekankan, gimana tantangan global ini membutuhkan solusi global," katanya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan dua kasus pertama positif virus corona. Keduanya dikabarkan sempat berinteraksi dengan warga negara Jepang yang terlebih dahulu dinyatakan positif terjangkit corona. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement