Senin 02 Mar 2020 21:19 WIB

Pertamina Kaji Pembangunan Kilang di Sumatra

Kuala Tanjung menjadi kandidat terkuat lokasi baru kilang Pertamina.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi kilang minyak
Foto: AP Photo/J David Ake
Ilustrasi kilang minyak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT. Pertamina (Persero) saat ini sedang mengkaji pembangunan kilang di Sumatra. Langkah ini dilakukan Pertamina sebagai opsi pemindahan lokasi pembangunan kilang Bontang.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko (PIMR) Pertamina, Heru Setiawan menjelaskan perusahaan rencananya akan membangun GRR Kilang di Bontang, Kalimantan Timur. Namun manajemen saat ini sedang mengkaji beberapa opsi lokasi yang akan jadi lokasi baru pembangunan kilang, yakni di Kuala Tanjung Sumtera Utara serta Arun di Aceh.

"Kan ada beberapa lokasi sebenarnya, Bontang, Kuala Tanjung, Arun," kata Heru di Jakarta, Senin (2/3).

Kuala Tanjung memang diakui Heru jadi salah satu kandidat terkuat lokasi baru kilang baru Pertamina menggantikan Bontang. Sebab, dari kajian awal, wilayah Kuala Tanjung sudah bisa memenuhi syarat manajemen sebagai lokasi pembangunan kilang. Mulai dari ketersediaan pasar produk kilang nantinya sampai ketersediaan bakal lahan pembangunan kilang.

"Karena ya ada dekat dengan market, lahannya ada, kan disitu pasar internasional terus di Sumatra juga," ujar Heru.

Selain itu, pemindahan lokasi juga mempertimbangkan adanya perubahan mitra pembangunan kilang. Pertamina tidak lagi bermitra dengan perusahaan migas asal Oman, Overseas Oil and Gas LLC (OOG), karena itu Pertamina jadi bisa memilih lokasi lainnya. Selain itu manajemen juga mau melakukan optimalisasi penggunaan aset-aset perusahaan.

"Ya karena partner, kedua kita musti lihat penggunaan infrastruktur di sana yang pakai bukan hanya Pertamina aja yang di Bontang. Yang lain kan banyak yang pakai juga jadi kita coba optimasi pengunaan aset-aset, infrastruktur," kata Heru.

Namun demikian, menurut Heru sebelum menetapkan lokasi Pertamina terlebih dulu harus memutuskan kerja sama yang sempat terjalin dengan OOG. Kini Pertamina sedang melakukan pembicaraan untuk mengakhiri kerja sama.

"Kita mengusulkan untuk dicancel diterminasi tapi ini kan harus ada perjanjian kedua belah pihak, kan ada MoU dan lain-lain," ujarnya

OOG ditetapkan Pertamina sebagai pemenang dalam tender pembangunan Kilang Bontang pada Januari 2018. Tidak seperti pembangunan kilang lainnya, Pertamina hanya mendapatkan porsi saham sebesar 10 persen sementara OOG mencapai 90 persen.

Sebelumnya Heru juga mengakui telah melaporkan perkembangan progress pembangunan Kilang Bontang kepada pemerintah.“Kami sampaikan adanya kendala terkait diskusi ada beberapa hal yang belum terlaksana. Masalah lahan ada, macam-macam pokoknya,” kata Heru.

Dalam road map pembangunan kilang,  Pertamina menjadwalkan Kilang Bontang rampung pada 2026 dengan total investasi antara 10 miliar dolar - 15 miliar dolar.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga sempat memberikan isyarat adanya penggantian mitra usaha di kilang Bontang. Ini dilakukan berhubung pemerintah saat ini mendorong percepatan pembangunan berbagai infrastruktur kilang Pertamina. Salah satu kandidat yang bisa menggantikan OOG adalah perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA).

"Oman kami mau gantikan mungkin dengan Abu Dhabi (UEA). Sangat bisa (ganti mitra),” kata Luhut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement