Rabu 11 Mar 2020 16:02 WIB

Ribuan Buruh di Jatim Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

Buruh menyerukan agar Omnibus Law harus dilawan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Ribuan orang yang merupakan gabungan dari buruh dan mahasiswa di Jawa Timur menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law di Bundaran Waru, Sidoarjo, Rabu (11/3).(Republika/Dadang Kurnia)
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Ribuan orang yang merupakan gabungan dari buruh dan mahasiswa di Jawa Timur menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law di Bundaran Waru, Sidoarjo, Rabu (11/3).(Republika/Dadang Kurnia)

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Ribuan orang yang merupakan gabungan dari buruh dan mahasiswa di Jawa Timur, menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law di Bundaran Waru, Sidoarjo, Rabu (11/3). Gabungan buruh dan mahasiswa yang menggelar aksi tersebut mengatasnamakan dirinya Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur.

Ketua Umum FSKEP KSPI, Sunandar mengungkapkan, elemen buruh yang mengikuti aksi tersebut terdiri dari FSKEP KSPI, SPBSI, SPSI, FSPMI, dan serikat pekerja lainnya. "Hari ini teman-teman buruh bersama elemen lain, memang sengaja di Bundaran Waru. Bundaran Waru strategis untuk menyampaikan ke masyarakat bahwa Omnibus Law harus dilawan," kata Sunandar.

Sunandar mengingatkan, masyarakat harus mengerti, omnibus law merupakan ancaman bagi para tenaga kerja di Indonesia. Salah satunya adalah soal sistem pengupahan yang merugikan buruh.

"Yang pertama di RUU sudah jelas menghilangkan prinsip jaminan pendapatan, yang ini berbicara UMK akan dihilangkan, diganti upah minimum provinsi dan upah kesepakatan," kata Sunandar.

Jika penetapan upah sesuai yang tertuang dalam RUU Omnibus Law, kata Sunandar, maka buruh tak mendapatkan jaminan upah yang layak ke depannya. Lantaran besaran akan diatur berdasarkan kesepakatan, bukan standar.

"Upah kesepakatan kalau ditetapkan akan jadi persoalan, tidak ada jaminan," ujar Sunandar.

Sunandar mengatakan, aksi yang digelar saat ini baru pemanasan saja. Artinya, jika tuntutan mereka tidak didengar pemerintah, bukan tidak mungkin aksi dengan jumlah massa yang lebih besar akan kembali digelar.

"Hari ini pemanasan di Jatim, dan serentak di Indonesia semuanya hari ini bergerak. Karena menyangkut masa depan. Bilamana suara kami tidak didengarkan, kami akan bikin gerakan yang lebih besar," kata Sunandar.

Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Sumardji memastikan, aksi yang digelar tidak akan sampai mengganggu lalu lintas. Sumardji menegaskam, pihaknya telah melakukan skema agar aksi yang digelar tidak mengganggu lalu lalang kendaraan. Meskipun pantauan di lokasi, aksi tersebut mengakibatkan adanya penumpukkan kendaraan.

"Kita sisakan satu lajur, jadi lalu lintas tetap lancar," kata Sumardji.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement