REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus gagal bayar yang membelit PT Asuransi Jiwasraya disebut tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan industri asuransi jiwa di Indonesia. Hal tersebut tercermin dari peningkatan kinerja keuangan di industri tersebut sepanjang 2019 lalu.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengklaim bisnis asuransi jiwa tetap tumbuh sehat dengan mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 18,7 persen dari Rp 204,89 triliun pada 2018 menjadi Rp 243,20 triliun di 2019.
"Pertumbuhan ini menunjukkan meningkatnya kepercayan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa," kata Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, Rabu (11/3).
Budi menjelaskan, pertumbuhan total pendapatan ditopang oleh kenaikan total pendapatan premi yang mencatat kenaikan sebesar 5,8 persen menjadi Rp196,69 triliun di 2019. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, pendapatan premi hanya mencapai Rp 185,88 triliun.
Sementara itu, berdasarkan saluran distribusi, pendapatan premi terbesar diperoleh dari dua jalur distribusi yaitu bancassurance sebesar Rp84,08 triliun dan keagenan Rp 78,21 triliun. Masing-masing berkontribusi sebesar 42,7 persen dan 39,8 persen.
Sementara itu, saluran sistribusi melalui telemarketing menyumbang pendapatan premi sebesar Rp 4,09 triliun dan saluran Employee Benefit berkontribusi sebesar. Rp 5,37 triliun. Adapun kanal distribusi lainnha berkontribusi sebesar Rp 19,89 triliun.
Ketua Bidang Aktuaria dan Manajemen Risiko AAJI, Fauzi Arfan, menambahkan industri asuransi jiwa juga mencatatkan beberapa indikator pertumbuhan dari sisi investasi dan aset. "Dari semua indikator menunjukkan adanya tren pendapatan yang positif," kata Fauzi.
Fauzi menjelaskan, total investasi industri asuransi jiwa pada 2019 mengalami kenaikan sebesar 8,6 persen menjadi Rp 501,63 triliun. Para pelaku industri lebih banyak menempatkan investasi di instrumen reksadana dengan porsi sebesar 33,4 persen dari total investasi industri asuransi jiwa.
"Instrumen ini mengalami kenaikan sebesar 7,3 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya," tambah Fauzi.
Instrumen Investasi dengan kontribusi tertinggi kedua berasal dari saham dengan kontribusi terhadap total Investasi sebesar 31,9 persen. Angka ini meningkat sebesar dan mengalami peningkatan sebesar 5,2 persen. dibandingkan periode yang sama di 2018.
Selain itu instrumen Investasi dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) juga mengalami peningkatan sebesar 15,7 persen. Sampai dengan 2019, kontribusi instrumen Investasi dalam bentuk SBN sebesar 15,3 persen dari total investasi industri asuransi jiwa di Indonesia. Menurut Fauzi, kenaikan jumlah Investasi SBN dipengaruhi oleh adanya aturan dari Pemerintah terkait proporsi SBN terhadap total Investasi minimal 30 persen.
Hasil Investasi di 2019 menunjukkan perbaikan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi Rp 34,19 triliun. Adapun total aset meningkat sebesar 9,4 persen dari Rp 517,91 triliun menjadi Rp 566,67 triliun.
Di sisi lain, klaim reasuransi meningkat dari Rp 4,31 triliun menjadi Rp 5,53 triliun di 2019. Namun total cadangan teknis juga mencatatkan peningkatan dari Rp 393,90 triliun di 2018 menjadi Rp 422,60 triliun di tahun 2019.
"Hal tersebut mencerminkan ketahanan industri asuransi jiwa dalam membayarkan klaim dan manfaat kepada pemegang polis," tutup Fauzi.
Fauzi mengakui, pada tahun ini tantangan di industri asuransi jiwa akan cukup besar. Hal tersebut mengingat kondisi pasar yang cukup bergejolak sejak awal tahun. Namun di sisi lain, menurut Fauzi, kondisi ini menjadi peluang yang positif untuk memulai investasi termasuk melalui asuransi.