Sabtu 21 Mar 2020 17:13 WIB

Merkurius Tetap Hasilkan Es Meski Dekat dengan Matahari

Padahal, Merkurius menjadi planet paling panas karena dekat dengan matahari.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nora Azizah
Padahal, Merkurius menjadi planet paling panas karena dekat dengan matahari (Foto: ilustrasi letak planet Merkurius)
Foto: goodfreephotos.com
Padahal, Merkurius menjadi planet paling panas karena dekat dengan matahari (Foto: ilustrasi letak planet Merkurius)

REPUBLIKA.CO.ID, GEORGIA -- Merkurius dikenal sebagai planet yang lebih dekat ke Matahari. Letak tersebut membuat Merkurius menjadi planet yang panas.

Temperatur siang hari pada Merkurius dapat mencapai 430 derajat Celcius . Namun, suhu itu anjlok hingga -180 derajat celcius di malam hari. Lalu ada tempat-tempat di Merkurius yang tidak terkena Matahari .

Baca Juga

Seperti yang dilansir Science Alert, Sabtu (21/3)  di kutubnya, Merkurius memiliki daerah bayangan secara permanen (PSRs). Daerah tersebut berupa ceruk-ceruk berongga yang selalu gelap, meskipun relatif dekat dengan Matahari.

Pda 1990-an, pengamatan radar darat dari Merkurius mulai mengambil interpretasi abnormal di dalam (PSRs) hitam pekat ini. Tetapi baru pada saat pesawat ruang angkasa MESSENGER NASA mengunjungi planet ini pada 2011, baru ada kesempatan untuk mengonfirmasi keadaan abnormal tersebut, yakni timbunan es air yang selamanya membeku dalam bayangan.

Fenomena ini dapat dijelaskan yakni asteroid, komet dan meteorit dapat mengirimkan es ketika mereka menabrak permukaan planet. Jika pengiriman es ini berakhir di kawah yang gelap, mereka tidak pernah terpapar sinar matahari dan tidak pernah mencair.

Dalam sebuah studi baru, ilmuwan mengusulkan sebagian dari es Merkurius sebenarnya dihasilkan karena panas ekstrem di planet itu. Ini mungkin terdengar aneh, tetapi menurut tim dari Institut Teknologi Georgia, ini adalah fenomena yang terkenal.

photo
Planet Merkurius - (Flickr)

“Ini bukan ide aneh. Mekanisme kimia dasar telah diamati puluhan kali dalam studi sejak akhir 1960-an,” ujar anggota peneliti laboratorium REVEAL milik  Georgia Tech (Efek Radiasi pada Volatile dan Eksplorasi Asteroid dan Permukaan Lunar) dan ahli kimia Brant Jones.

Di makalah baru tim, para peneliti menggunakan pemodelan untuk mengeksplorasi bagaimana mekanisme kimia ini dapat terjadi pada Merkurius, dalam proses pembentukan air berkelanjutan yang bergantung pada mineral di tanah permukaan planet ini dan proses yang disebut desorpatif rekombinasi (RD).

Mineral tanah mengandung oksida  logam, yang dibombardir oleh partikel proton bermuatan yang dibawa oleh angin matahari, menghasilkan pembentukan hidroksil terikat, hidrogen molekuler dan air. Di lingkungan tanpa udara dan di bawha panas ekstrem, molekul H20 akan dibebaskan dari permukaan tanah. Menyebar dan hanyut melintasi lingkungan tanpa atmosfer Merkurius.

Jika ada molekul air seperti itu yang melayang ke bayangan Merkurius, molekul tersebut kemungkinan akan membeku di sana dan tidak akan pernah melihat cahaya lagi. Para peneliti menjelaskan dalam makalah mereka, air yang terbentuk dari mekanisme ini pasti akan menumpul di PSRS dan akan berkontribusi dalam jumlah yang signifikan ke pernmukaan Merkurius selama periode waktu geologis.

Secara keseluruhan, pengiriman es dari asteroid dan meteorit masih akan menjelaskan sebagian besar es kutub Merkurius. Namun, pabrik es rahasia planet itu masih bisa menghasilkan sejumlah besar produk.

“Jumlah total yang kami dalilkan yang akan menjadi es adalah 10 miliar ton selama periode sekitar 3 juta tahun. Prosesnya dapat dengan mudah mencapai 10 persen dari total es Merkurius,” kata Jones.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement