Selasa 24 Mar 2020 19:23 WIB

Bolehkah Memasak Ikan untuk Dikonsumsi dalam Kondisi Hidup?

Para ulama berbeda pendapat hukum memasak ikan hidup-hidup.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Para ulama berbeda pendapat hukum memasak ikan hidup-hidup. Suasana di pasar ikan (ilustrasi)
Foto: Aditya Pradana/Republika
Para ulama berbeda pendapat hukum memasak ikan hidup-hidup. Suasana di pasar ikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ikan merupakan salah satu lauk yang kerap dikonsumsi masyarakat. Bagaimanakah cara mengonsumsi ikan? Apakah harus disembelih terlebih dahulu apa boleh langsung dikonsumsi atau digoreng hidup-hidup? 

Dalam kitab Kasyifat As Saja karya Syekh Nawawi Al Bantani dijabarkan bahwa sejatinya menggoreng hewan (dalam hal ini ikan) dalam keadaan hidup dihukumi boleh. Beliau juga menjabarkan bahwa diperbolehkan juga menelan ikan tersebut apabila ukurannya kecil. 

Baca Juga

Bolehnya hukum tersebut juga menjadi kaitan dengan termaafkanya najis yang ada di dalam perut hewan (ikan). Jika seseorang tidak ingin mematikan ikannya terlebih dahulu atau ingin membungkusnya hidup-hidup untuk dijadikan pepesan, hal itu menjadi halal dan dihukumi boleh.

Kendati demikian, berdasarkan pendapat ulama Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyah, menggoreng ikan dalam keadaan hidup tidak diperbolehkan. 

Terdapat unsure-unsur yang menyebabkan adanya larangan menggoreng ikan dalam keadaan hidup. Alasannya, menggoreng dalam ikan dalam keadaan hidup masuk dalam kategori menyakiti hewan. Sedangkan, menyakiti hewan dalam Islam tidak diperkenankan, alias dilarang. 

Para ulama kedua aliran mazhab ini juga berpendapat bahwa apabila seseorang hendak menggoreng ikan, dianjurkan untuk menunggunya hingga mati terlebih dahulu. Para ulama tersebut berpendapat bahwa apabila ikan masih hidup, tidak diperbolehkan bagi umat Muslim untuk memakannya sebelum ikan tersebut mati dengan sendirinya atau sengaja dimatikan. 

Menurut ulama Hanafiyah menilai, apabila terdapat seseorang yang memakan ikan yang digorengnya dalam keadaan hidup, hukum memakannya adalah makruh. Ikan sendiri dikenal dalam Islam sebagai hewan yang halal dikonsumsi, bahkan sekalipun bangkainya. 

Kehalalan bangkai ikan ini bahkan telah terbukti secara ilmiah tidak meng ganggu aktivitas kerja tubuh manusia sama sekali. 

Dirangkum dari berbagai literatur sains dan Islam, diperbolehkan memakan bangkai ikan karena ikan sejatinya tidak memiliki pembuluh darah yang menyebabkan mengendapnya darah tersebut apabila organ tubuhnya tak berfungsi. Artinya, dalam keadaan mati pun, ikan layak dan aman dikonsumsi. 

Apalagi, air laut pun merupakan wadah yang dapat menjadi pengawet alami bagi tubuh ikan. Dengan kadar garam yang tinggi, bangkai ikan yang mati di laut kerap segar dan tahan lama dan tak merusak keseluruhan kadar protein dalam tubuh ikan. Kendati demikian, bukan berarti Islam tak mengatur bagaimana mengonsumsi ikan dengan baik. Dari mulai cara menggoreng saja, Islam meng aturnya dengan sangat detail. 

Meski terdapat perbedaan pendapat dalam khazanah fikih Islam, alangkah baiknya kita dapat mengonsumsi ikan tanpa perlu menyakitinya. 

Apalagi, Rasulullah SAW mengajarkan umat Muslim untuk selalu bersikap baik tidak hanya kepada manusia, tapi juga hewan. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Nasai, dan Turmudzi.

Rasulullah SAW bersabda, "Innallaha 'azza wa jalla katabal ihsana 'ala kulli syaiin faidza qataltum fa-ahsinulqitlata faiadza dzabahtum fa-ahsinu addzibhata liyuhidda ahadukum syafratahu walyurihha dzabihatahu." 

Yang artinya, "Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian hendak mematikan (binatang), maka matikanlah dengan cara yang baik. Apabila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan pisaunya dan mengistirahatkan sembelihannya." 

Kasih sayang kepada hewan yang hendak kita konsumsi pun menjadi perhatian tersendiri. Bukankah akan menjadi lebih baik apabila kita mengonsumsi ikan dengan cara dimasak dengan baik tanpa perlu menyakiti hewannya? Kendati demikian, kita juga perlu menghargai pendapat-pendapat berbeda yang membolehkan perilaku tersebut.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement