Selasa 24 Mar 2020 23:49 WIB

Menkeu tak Paksakan Defisit APBN di Bawah Tiga Persen

Menkeu menyebut kebijakan tak jaga defisit APBN karena menjaga keselamatan rakyat

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media tentang Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media tentang Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak memaksakan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah mewabahnya COVID-19.

“Saat ini kita tidak meng-constraint-kan diri kita apakah hanya di bawah tiga persen sesuai dengan Undang-Undang,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/3).

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Sri Mulyani menyatakan kebijakan tersebut diambil sebagai upaya dalam menjaga keselamatan dan kesehatan rakyat serta mengurangi risiko terkecil bagi dunia usaha dari kebangkrutan akibat pandemi COVID-19.

“Fokus kami rakyat, kesehatan terjaga atau terselamatkan dan mengurangi sekecil mungkin risiko bagi masyarakat dan dunia usaha dari kemungkinan terjadi kebangkrutan,” ujarnya.

Menurut dia, pandemi COVID-19 masih akan berlangsung dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan sehingga pihaknya terus mengkaji berbagai opsi kebijakan untuk mengatasi dampak virus corona.

“Semua policy difokuskan untuk tiga sampai enam bulan tapi kami berharap tidak lebih dari enam bulan persoalan terkait COVID-19 sehingga bisa mulai masuk ke fase recovery,” katanya.

Sri Mulyani memastikan pemerintah akan tetap bertanggung jawab dan bijaksana dalam merespon situasi yang penuh tekanan meski nantinya defisit anggaran bisa mencapai di atas tiga persen.

“Kita tetap melakukan dalam koridor untuk bisa merespon situasi ini termasuk merelaksasikan defisitnya bahkan bisa di atas tiga persen namun tetap bertanggung jawab dan prudent,” tegasnya.

Sri Mulyani menjelaskan pihaknya kini sedang mengidentifikasi seluruh perubahan sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan yang bersifat darurat baik di bidang kesehatan maupun social safety net.

“Terkait social safety net apakah kita akan menanggung kebutuhan masyarakat yang di luar PKH, bagaimana memberikannya, bagaimana caranya. Ini harus di-cover dalam belanja kita,” ujarnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga mengkaji kebutuhan daerah-daerah serta perusahaan yang terdampak wabah COVID-19 sebab ternyata sekarang sektor transportasi dan perhotelan juga tertekan.

“Kemarin kita luncurkan paket itu untuk 19 industri manufaktur. Sekarang sektor transportasi dan perhotelan mengalami hal yang sama jadi mereka menginginkan dimasukkan ke dalam paket,” katanya.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani memastikan akan terjadi perubahan besar dalam postur APBN 2020 selain karena defisit anggaran melebar juga adanya realokasi berbagai anggaran untuk penanggulangan COVID-19.

Meski demikian, landasan hukum adanya APBN-P yang kemungkinan mencakup adanya pelebaran defisit anggaran akan dibahas lebih lanjut dengan Presiden Joko Widodo.

“Kalau kita bicara kegentingan yang memaksa dan bagaimana responnya tidak dilakukan oleh satu menteri. Itu dilakukan oleh Presiden bersama seluruh kabinet dengan melihat semua aspeknya,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement