REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imam Nawawi
Hakikat kehidupan dunia ini adalah ujian. Allah Ta'ala pun telah menetapkan bahwa bagian dari ketetapan-Nya bagi umat manusia adalah mendatangkan ujian dalam ragam bentuk, mulai dari ketakutan, kekurangan, dan paceklik.
“Dan sungguh kami akan mengujimu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam hal harta, jiwa, dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira terhadap orang-orang yang bersabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155).
Ayat di atas terang menjelaskan bahwa dalam kehidupan dunia ini Allah pasti mendatangkan ujian untuk menguji hamba-hamba-Nya.
Ibn Katsir menjelaskan, terkadang Allah memberi ujian berupa kebahagiaan dan pada saat yang lain Allah memberikan ujian berupa kesusahan, seperti rasa takut dan kelaparan. Termasuk seperti yang sekarang sama-sama kita alami dengan merebaknya wabah Covid-19. Siapa yang tidak takut, para tenaga medis yang paling mengerti kesehatan pun menjadi korban dari ganasnya Covid-19.
Bahkan lebih jauh, situasi sekarang bisa dikatakan lengkap ujiannya, karena tidak saja berupa ketakutan biasa. Tetapi juga ancaman kelaparan jika lockdown diberlakukan, kemudian nilai tukar Rupiah anjlok, dan harga barang-barang melambung, ancaman kelaparan sudah barang tentu menganga di depan mata.
Hampir semua kebingungan, sebagian sudah sejak lama panik dan hingga sekarang suasana itu masih menyelimuti kehidupan umat, rakyat, bangsa dan negara kita.
Namun, Allah memberikan sebuah kepastian yang membahagiakan kepada segenap hamba-Nya. "Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
Orang yang sabar itu pun Allah tegaskan dalam ayat berikutnya, "Yaitu orang-orang yang apbila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali (Inna lillahi wainna ilaihi raji'un)." (QS. Al-Baqarah [2]: 156).
Artinya, sikap terbaik yang harus dihadirkan saat musibah menimpa adalah tetap menguatkan ketakwaan, keimanan, ibadah, dan amal saleh yang dilakukan dengan sebaik-baiknya (ihsan), sehingga tidak muncul pikiran bagaimana mencari keuntungan pribadi, egois, dan mengabaikan sesama.
Di sini kita tak boleh lengah, bahwa ujian atau musibah adalah cara Allah "memanggil" hamba-Nya untuk kembali dan memohon pertolongan-Nya. Lihatlah apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alayhissalam kala penyakit yang menimpanya kian parah.
“Dan Ayyub ketika dia berseru kepada Rabbnya, sungguh aku ditimpa mudharat dan Engkau Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Al-Anbiya [21]: 83). Nabi Ayub berdoa dan itu adalah perbuatan yang sangat Allah cintai.
Itulah kunci sukses menghadapi ujian. Ibn Qayyim berpendapat mengenai doa itu bahwa untaian doa Nabi Ayyub sangat luar biasa, karena memadukan tauhid dengan ketidakberdayaan dirinya sehingga total butuh dan bersandar hanya kepada Allah Ta'ala.
Dengan demikian, mari sadari bahwa ujian ini datangnya dari Allah, maka tidak ada cara terbaik untuk mendapatkan jalan keluar selain dengan kembali, bertobat dan mengundang pertolongan Allah dengan senantiasa berdoa kepada-Nya. Inilah kunci sukses menghadapi ujian-Nya.